giovedì 25 settembre 2014

Menikah = SInkronisasi jam tangan (5)


5) Dari hidup bersama menuju bersama-sama menghidupi keluarga. Perasaan cinta pada pasangan kerap menjadi alasan mengapa seseorang memutuskan untuk mengkekalkan cinta itu dalam ikatan janji perkawinan. Tetapi, ikatan janji perkawinan tidak boleh dibingungkan dengan perasaan spontan mencintai pasangan. Ikatan janji bersifat tetap, sedangkan perasaan seseorang pada pasangan itu bersifat dinamis. Perasaan cinta itu kadang bernyala-nyala seperti api yang membara, kadang juga dingin seperti es  dan menjadi seperti orang asing di rumah sendiri.
Duduk dan ngopi 5 menit besama, bukanlah membuang waktu
Ketika rasa cinta mulai menghilang dan legalitas hukum ikatan janji perkawinan mulai ditekankan, muncul alarm dalam relasi yang tidak bisa ditunda lagi untuk diperhatikan. Nervosisme dalam berelasi mulai muncul dengan memberi jarak mekanisme pembelaan diri pada pasangan dengan misalnya, mencari kambing hitam pada olah raga, pekerjaan, kecapaian, sakit kepala dst.

Jika pada bulan-bulan atau tahun-tahun pertama perkawinan, pasangan memberi banyak waktu untuk tinggal bersama dan menemukan kebahagiaan di dalamnya, lalu ditemukan hal-hal baru dalam diri pasangan dan mulai kehilangan passion untuk tinggal bersama, bahkan mulai muncul sikap agresivitas terbuka atau tidak langsung pada pasangan: inilah saatnya untuk bernegosiasi? Apakah keluarga dipahami sebagai merger antara dua insan yang semula hidup dalam dua rumah yang berbeda, kini tinggal serumah? Keluarga bukanlah merger dua perusahaan. Rumah bukanlah tempat parkir dua kendaraan di malam hari. Komunikasi tidak hanya berbagi informasi saja, mengutarakan perasaan saja, mencari solusi saja atau mencari kambing hitam saja.
Rasa cinta tidak cukup untuk membangun sebuah keluarga, perlu sebuah keputusan pribadi yang dewasa dan matang: Aku memilih engkau menjadi isteri /suami saya. Saya berjanji untuk setia mengabdikan diri kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormati engkau sepanjang hidup saya.
Yesus memberikan teladan, mencintai dengan tulus dan jujur itu tanpa batas. Bahkan dengan konsekuensi kematian pada kayu salib! Tetapi perlu diingat, kekuatan cinta itu bahkan bisa menembus dinding-dinding kematian yang membelenggu Yesus, menuju pada kebangkitan.  Cinta kasih  membawa pada kehidupan, bukan kematian.

Sebuah krisis yang ditemui dalam perjalanan hidup perkawinan, belum serta merta mengatakan bahwa keluarga ada dalam kondisi krisis perkawinan. Bisa jadi, problematika yang muncul dan ditemui itu merupakan sebuah tuntutan zaman agar keluarga berkembang ke tahap selanjutnya. Sedih memang, bila tuntutan evolusi perkembangan dalam hidup berkeluarga dilihat sebagai ancaman, sebagai krisis cinta yang mulai memudar lalu terburu-buru mengambil keputusan berpisah, justru saat dimana dinamika hidup berkeluarga bisa diperbaiki untuk hidup dengan lebih baik. Jika tidak ada ruang untuk ketidaksempurnaan dalam keluarga, maka tidak ada ruang untuk penebusan Kristus bagi keluarga. Beryukurlah bila pasutri menemukan kerikil-kerikil yang tajam dalam kehidupan perkawinan. Mari kita melihat dan mengenali kehadiran kerapuhan salib di sana dan dengan menatap wajah Kristus yang bangkit, kita rajut kehidupan berkeluarga menuju kepada kebangkitan Kristus.
Sekian.

Nessun commento:

Posta un commento

Lettura d'oggi

Friends