venerdì 29 marzo 2013

La storia dalla missione (il Giovedì santo)

Questo è un piccolo episodio di vita come gli altri. Una cosa che mi stimola per condividere con voi è di come le persone che ho incontrato lo vedono dal punto di vista della fede. è successo questo episodio in un vilaggio dove i cattolici sono di minoranza numerica, vivono in mezzo alla foresta della piantagione di palma d'olio e tra il lavoro, il riposo e la preghiera, cercano sempre di equilibrare e di integrare la loro vita in questi tre ambienti. Così è la storia.....
Oggi, il mercoledì santo, insieme con il parroco, siamo andati in una comunità di 80 chilometri circa dalla parrocchia. È una piccolissima comunità molto attiva. Abbiamo il coraggio per andare perché una ventina di persone ha chiesto le confessioni prima di pasqua. è la prima volta nella storia che questo vilaggio ha questa possibilità. Certo che è difficile da accettare questa situazione, visto che la parrochia stessa ha una ventina delle comunità, in cui una comunità è costituita dalla 30 al più di 200 famiglie. Perciò, in questi giorni, bisogna discernere bene quale comunità da servire, visto che la distanza geografica determina la condizione fisica dei missionari che prestano il servizio in questa parrocchia.
Visto che non possiamo celebrare il triduo pasquale in questa comunità, allora abbiamo scelto proprio oggi per il sacramento della riconciliazione. Siamo partiti verso le 14.00 sotto il sole fortissimo e siamo tornati a casa verso le 20.00 sotto la pioggia equatoriale molto forte anche. Ringraziamo il Signore, la nostra vecchia macchina ci ha protetto lungo il viaggio. Una cosa mi ha fatto impressionare. Quando siamo arrivati in chiesetta in mezzo alla piantagione del palma d’olio, c’era soltanto una persona. Ma, dicevo, dove sono gli altri? Poi egli mi ha spiegato che c’era un lutto nella comunità, perciò tutti erano ancora nella casa del defunto.
Dopo un quarto d’ora circa, alla fine sono arrivati una ventina di persone per le confessioni. È stata una bellissima celebrazione comunitaria e molto toccante. Ho ascoltato e ho visto che, davvero…. qui il sacramento della riconciliazione trasforma la vita delle persone passo dopo passo. C'erano delle persone che avevano preparato questo momento in modo serio. Perciò, hanno fatto una bellissima confessione e hanno raccolto un frutto da vivere quotidianamente... a partire da Cristo.
Dopo le celebrazioni, insieme con il parroco, siamo andati a pregare insieme nella famiglia per dare le condoglianze. Quando siamo arrivati a loro casa, ho visto la salma è messa come se fosse egli sta dormendo per terra, accerchiato dalla sua famiglia e dai suoi parenti. La gente convive con la morte! Non ho vista la paura dai loro volti. Ho l’impressione che questo piccolo gregge accoglie la morte come sorella e fa parte della loro quotidianità. Non c’è la paura nei loro volti tristi. Anzi, c’è il coraggio per affrontare questo episodio della vita. Si radunano con i piedi intrecciati intorno alla salma aperta, messa per terra, con il viso soridente, dormendo.
Una signora, dopo aver pregato insieme, ha detto al pubblico sottolineando la grazia di Dio che adombra la morte di questo signore. Come possiamo dire la grazia? Lei ha detto poi che questo signore defunto aveva lavorato per la chiesa, l’aveva costruita dall’inizio, aveva dato tutto quello che aveva per la vita di questa comunità e il Signore l’ha chiamato durante la settimana santa, anzi, addirittura c’erano qui due missionari che pregano per loro dopo le confessioni nella comunità. È impossibile se volessimo ragionare.
Ascoltando ciò che la signora ha detto di fronte al pubblico, pensavo davvero che la nostra presenza è più di una presenza fisica. Non cercano me, ma cercano Gesù che è presente attraverso la nostra presenza fisica. Oltre la debolezza umana di noi missionari, questo piccolo episodio è davvero un profumo di olio versato sui piedi di Gesù. Anche noi possiamo sentire la consolazione e la gioia che il Signore ci regala in mezzo alla stanchezza fisica che abbiamo per servire il suo gregge.
Alla fine, ringraziamo il Signore, che ci ha fatto vedere il frutto maturo della nostra testimonianza. Ringraziamolo per la maturità della fede che il Signore dona alle persone affidate a noi. Basta un sorriso e una espresione semplice per farci capire che il Signore è in mezzo a noi.... Grazie Signore.

P. alfonsus widhi sx
da Pekanbaru - Sumatra

giovedì 14 marzo 2013

Habemus Papam: Fransiskus I

Menunggu langit cerah...
Para saudara/i terkasih, baru saja kita memiliki seorang Uskup Roma yang baru, seorang Paus bagi dunia, seorang pelayan diantara para pelayan: Jorge Mario Bergoglio, yang memilih nama Fransiskus. Dengan demikian, dia menjadi Paus pertama yang menggunakan nama ini.
Apa yang diharapkan dunia bagi dia? Saya sendiri berharap pertama, agar beliau berani membuat pilihan-pilihan yang membawa Gereja dan dunia pada perdamaian dan keadilan, setelah badai skandal yang menerpa vatikan dan berbagai situasi diskriminasi telah mengguncang ketidakstabilan berbagai negara, bahkan mengorbankan kehidupan banyak umat katolik.
Kedua, tentu saya mengharapkan juga berbagai kebijakan yang muncul dari kebijaksanaan ilahi untuk menanggapi berbagai tantangan yang sedang dihadapi oleh dunia dan Gereja. Apalagi konteks milenium ketiga ini sedang menghadapi masa transisi dari kehidupan web 1.0 ke web 2.0, dari kecepatan informasi hitungan hari ke hitungan detik. Ini semua akan merubah situasi dunia!
Ketiga, adanya berbagai kekayaan karisma yang hadir dalam Gereja, dalam bentuk kongregasi-kongregasi religius atau kelompok-kelompok, perlu disikapi dan diarahkan fungsinya untuk membantu perkembangan komunitas Gereja secara menyeluruh.
Harapan keempat, agar Paus Fransiskus mendorong umat untuk menyadari bahwa panggilan kepada kesucian adalah panggilan kita semua. Dengan demikian, apapun pilihan hidup yang kita ambil, semoga dilandasi oleh kualitas iman yang bertumpu pada Yesus Kristus. Sebuah kualitas relasi yang makin dipupuk dan dikembangkan dalam persekutuan dengan Allah di dalam doa dan karya.
Kalau melihat teks pidato awal yang disampaikan, amat digarisbawahi aspek persaudaraan. Menimba inspirasi dari St. Fransiskus dari Assisi, memang persaudaraan yang diwartakan olehnya dalam hidup dan refleksi amat mendalam, bahkan menjadi motor bagi Gereja di awal milenium kedua untuk mengadakan perubahan radikal amat radikal, baik kehidupan intern dalam Gereja maupun aksi keluar Gereja bagi dunia. Aspek kedua yang ditampilkan adalah universalitasnya. Persaudaraan yang diwartakan Fransiskus tidak terbatas pada lingkup diantara orang katolik saja, diantara orang italia saja, tapi juga dengan orang yang berbeda. Amat menarik di sini sebuah ajakan agar kita tidak mereduksi pribadi manusia menjadi masalah, suku, kekayaan, agama, pilihan politik atau hal-hal kecil lainnya. Mari kita mengingat bahwa dibalik pakaian-pakaian ini, ada seorang pribadi yang diciptakan oleh Allah seperti kita.
Dan semoga asap putih yang keluar dari cerobong itu memberikan hati yang lebih sejuk dari pada asap hitam dan menumbuhkan rasa persaudaraan diantara manusia yang berbeda-beda suku, agama dan budaya.

Cuplikan sambutan pertama:

Selamat sore saudara/i ku!
Kalian semua mengetahui bahwa tujuan konklaf adalah memberikan seorang uskup Roma. Nampak bahwa para saudara-saudara kardinal saya mencarinya hampir sampai ke ujung dunia... namun di sinilah kita sekarang ... Saya mengucap terimakasih atas keramahtamahan kalian. Komunitas keuskupan roma memiliki uskup yang baru: terimakasih!
Pertama-tama saya ingin berdoa untuk Uskup emeritus kita, Benediktus XVI. Marilah kita semua berdoa bersama bagi dia, agar Allah memberkatinya dan Bunda Maria menjaganya selalu.
Setelah mendaraskan Bapa kami, Salam Maria dan Kemuliaan bersama dengan semua yang hadir di halaman St. Petrus, Paus Fransiskus I melanjutkan:
Sekarang, marilah kita memulai perjalanan kita: uskup dan umat. Perjalanan Gereka di Roma adalah menjadi pemersatu cinta kasih bagi semua Gereja. Sebuah peziarahan persaudaraan, cinta kasih dan kepercayaan di antara kita. Marilah kita berdoa selalu bagi kita masing-masing, satu bagi yang lain. Marilah kita bedoa bagi seluruh dunia, agar terwujud sebuah persaudaraan yang erat. Semoga, perjalanan Gereja ini, yang sekarang kita mulai, dan di dalamnya Kardinal Vicarius yang hadir di sini akan membantu saya, bisa makin berbuah bagi pewartaan di kota yang indah ini! Sekarang saya ingin memberikan berkat, tetapi sebelum itu, saya mohon, sebelum uskup memberkati umatnya, berdoalah kalian bagi Allah agar Dia berkenan memberkati saya. Untuk doa kalian bagi saya ini, marilah kita hening sejenak.
Setelah itu, Paus Fransiskus memberikan berkat Urbi et Orbi kepada semua umat yang hadir dan kemudian menutup:
Saudara/iku terkasih, sekarang saya mau kembali. Terimakasih atas keramahtamahan kalian. Berdoalah bagi saya dan sampai jumpa. Kita bertemu kembali esok, dimana saya akan berdoa kepada Bunda Maria, agar menjaga seluruh kota Roma. Selamat malam dan selamat beristirahat.

p. alfons sx
formator postulat xaverian - Bintaro

martedì 12 marzo 2013

50 tahun hari panggilan sedunia (1. tentang doa)


Berangkat ke tempat pelayanan.....
50 tahun lalu didengungkan sebuah ajakan untuk berdoa bersama untuk memohon panggilan sedunia. Paus Paulus VI dalam pesan radio tahun 1964 menekankan sedikitnya jumlah pekerja di ladang tuaian, sementara di sisi lain ada banyak kebutuhan pastoral, banyak tantangan dunia yang sedang di hadapi, banyak kebutuhan untuk menerangi jalan-jalan kehidupan dengan pendamping yang terbuka, yang memahami situasi, yang kontekstual serta yang jeli untuk menangkap tanda-tanda zaman beserta dengan permasalahan-permasalahan yang menyertainya.
Hal yang kedua yang ditekankan adalah bahwa manusia, sebagai homo socius, perlu untuk didampingi, dihibur, didengarkan dan dibantu untuk memahami Yesus kristus lewat katekase iman yang benar.
Dipilih hari minggu Paska IV, dengan tema pokok Gembala yang baik, agar kita bersama-sama berkumpul di depan altar dan memohon kepada yang punya tuaian agar berkenan mengirim pekerja-pekerja bagi Gereja-Nya.
Paus emeritus Benediktus XVI pada akhir masa jabatannya juga menekankan hal ini: kehidupan Gereja ada di dalam tangan Allah.
Namun, kita pun bisa bertanya, mengapa ditekankan kata doa dalam hari minggu panggilan ini, yang sebenarnya berjudul lengkap: hari minggu doa untuk memohon panggilan? Kalau kita melihat pesan dari Paus Benediktus XVI pada tahun 2013 ini, dia menekankan kembali kata doa ini karena pertama-tama, doa itu membangun komunitas.
Kedua, subyek karya pendampingan untuk panggilan adalah hati manusia. Maka, melihat bahwa hati manusia itu tidak stabil, dan hanya Allah saja yang dapat memenuhi kerinduan-kerinduannya yang terdalam, maka perlu ditekankan doa untuk membangun harapan kita berdasarkan iman. Kita sebagai pendamping hanya bisa membantu proses pematangan panggilan (kalau kita berbicara dalam konteks pendampingan) dan sebagian besar, karya Allah sajalah. Maka di sini, yang kita hidupi sebagai pendamping adalah pengharapan berdasar iman.
Mengapa doa? Hal ketiga adalah dengan doa kita memohon kedatangan Roh Kudus untuk membuka hati anak-anak muda agar mereka berani merencanakan masa depan bersama dengan Allah. Menjadi aktor imam, rahib, suster atau bruder itu berarti menempatkan diri selalu dalam tangan Allah. Bukan rencana-rencanaku, melainkan Kehendak-Mulah yang menjadi pegangan hidupku.

P. Alfons sx
Formator Postulat Xaverian -Bintaro

venerdì 8 marzo 2013

Menunggu konklaf (4)... minggu depan?

Konferensi Pers dari Pertemuan Para Kardinal, Jumat 8 Maret 2013
Dari konferensi pers di vatikan oleh P. Federico Lombardi, pada hari jumat, ada beberapa hal penting yang bisa disampaikan di sini:
Pertama, kemarin sore ada dua kardinal yang mengucapkan janji. Mereka datang dari Vietnam dan dari Detroit. Seluruhnya ada 153 kardinal. Hitungan dua pertiga diperkirakan 77 kardinal untuk bisa menjadi paus.
Kedua, pada hari jumat pagi ini, pertemuan dihadiri oleh 153 kardinal. Berkaitan dengan ketidakhadiran 2 anggota yang berhalangan hadir, Colegio para kardinal harus mengenali alasan ketidakhadiran mereka. Dua orang kardinal itu adalah Kard. Darmaatmadja, yang tidak hadir karena sakit dan Kardinal O’Brien yang tidak hadir karena motivasi personal (sebagaimana sudah dimuat secara publik di web resmi).
Berikutnya, hal yang paling ditunggu adalah kapan mulai konklaf? Pada sidang kedua sore hari ini (hari jumat) akan diadakan voting berkaitan dengan hari dan tanggal resmi. Menurut P. Lombardi, tidak dimungkinkan besok sabtu atau hari minggu. Kemungkinan besar adalah minggu depan. Entah kapan, kita harus menunggu hasil voting atau selesai sidang kedua (sekitar jam 19.00 waktu vatikan atau jam 01.00  sabtu dini hari). Namun, di dalam daftar para kardinal yang ingin bicara, masih ada daftar yang cukup panjang. Ditambah lagi, perlu satu session untuk menentukan posisi kamar para kardinal di ruang santa marta dengan mengambil undian. Mengapa perlu undian ini? Untuk memberikan kepastian tentang obyektivitas dan menghindari kongkalingkong dengan kardinal-kardinal tertentu yang bisa timbul karena satu orang memilih “teman” di dekatnya. Maka obyektivitas dan “ketidaksiapan” ini akan sangat membantu dalam proses. Lagi pula, di dalam buku panduan, tidak ada ketetapan berapa hari harus dilewati antara kongregasi para kardinal ini dengan awal konklaf.
Pada hari minggu, para kardinal akan misa di gereja dimana mereka menjadi titularnya. Setiap kardinal memiliki satu relasi spiritual dengan satu gereja di roma. Dan hari minggu akan dimanfaatkan sebagai waktu tenang untuk berdoa dan menimba pengalaman rohani di masing-masing gereja titular mereka.
Dalam intervensi selama sidang, ada sekitar 18 intervensi. Dari hari pertama sampai sekarang, sudah lebih dari 100 kardinal berbicara dengan tema amat bervariasi dan sedikit sekali ada pengulangan. Pada hari jumat pagi ini, beberapa tema yang muncul ke permukaan diantaranya: dialog antar agama, bioetik, keadilan di dunia, perlunya pewartaan nilai-nilai katolik secara lebih positif seperti kebahagiaan, belas kasih (tema yang diangkat juga oleh Paus Yohanes Paulus II), dibicarakan juga tentang kolegialitas para uskup dst.
Satu hal menarik lainnya adalah kehadiran bapa pengakuan dosa bagi para kardinal, selama periode konklaf berjalan. hehehe.... ternyata tidak hanya umat yang diminta untuk mengaku dosa, tetapi juga para kardinal. jadi malu sendiri nie.... :)

P. Alfonsus Widhi sx
Formator Postulat Misionaris Xaverian

mercoledì 6 marzo 2013

Konklaf (3)


Konferensi pers tengah hari

Pada hari rabu ini, informasi yang diberikan oleh P. Federico Lombardi pada konferensi pers di Vatikan tidak terlalu banyak. Ada beberapa hal pokok yang dia ulangi dan terus tekankan, berkaitan dengan beberapa pertanyaan nakal dari para wartawan yang terakreditasi untuk ikut dalam konferensi pers secara langsung tersebut.
Berkaitan dengan isi berita yang disampaikan dalam konferensi pers, semuana besifat umum dan tidak mendetail. Para kardinal tetap berusaha menjaga kerahasiaan isi pembicaraan yang berlangsung pada masa persiapan ini.
Proses pertemuan para kardinal hari ini, yang mencapai 153 orang, berjalan dalam suasana persaudaraan. Ada ulang tahun Kard. Kasper kemarin (80 tahun), Kard. Coccopalmerio genap berusia 75 tahun hari ini dan Kard. Terrazas genap berusia 77 tahun esok hari. Pertemuan para kardinal kali ini bukanlah sebuah pertemuan sinode, melainkan sebuah persiapan untuk konklaf. Maka diperlukan ketenangan, upaya saling mengenal, menyadari dan memahami persoalan yang dihadapi oleh dunia dan Gereja, mendengarkan serta memupuk sensibilitas diantara para kardinal. Ini semua diperlukan untuk mencapai pemahaman maksimal dan lebih baik akan situasi Gereja.
Pada hari rabu ini ada 18 intervensi, dan total intervensi yang ada sejak hari pertama ada sekitar 51 kardinal. Tema yang disodorkan masih melanjutkan tema-tema hari kemarin. Ada kebaruan hari ini, yaitu setelah mendengarkan sekian intervensi dari para kardinal, mulai diusulkan pembuatan figur atau profil paus yang dibutuhkan dan kiranya cocok yang dinantikan oleh dunia dan sesuai dengan kebutuhan intern pemerintahan Gereja.
Ditampilkan juga pada konferensi stampa hari ini, beberapa persiapan yang dilakukan di kapel Paolina dengan affresco dari Michelangelo tentang pertobatan St. Paulus dan penyaliban St. Petrus. Selain itu diperlihatkan juga Sala Reggia dan Kapel Sistina. Beberapa persiapan sedang dilakukan, berkaitan dengan lantai yang akan dilapis sedemikian rupa sehingga terlindung. Beberapa taplak, korden, meja, tempat pembakaran dan tentu saja berkaitan dengan soal keamanan gedung sedang dipersiapkan.
Berkaitan dengan tanggal konklaf yang belum juga muncul, P. Lombardi menekankan sekali lagi bahwa sangat penting membuat persiapan yang baik, dengan discernment yang cukup, dengan kematangan dan kedewasaan refleksi. Tidak diperlukan sikap buru-buru, karena ini adalah pemaksaan yang bertentangan dengan dinamika refleksi dan upaya pematangan yang dewasa. Apalagi beberapa kardinal baru datang hari ini, besok masih akan ada yang datang lagi, dan baru diperkirakan terkumpul semuanya. Ada yang bertanya dalam konferensi, apakah sebelum minggu palma kita akan memiliki paus baru? Sekali lagi, tidak ada rasa buru-buru. Ajakan P. Lombardi adalah menghargai proses dan perlu waktu untuk kematangan refleksi.
Apakah persiapan yang begitu panjang ini dimaksudkan untuk memperpendek konklaf? Tentu saja tidak ada perhitungan matematis. Persiapan yang panjang itu menandai perlunya discernment dan pemahaman yang lebih baik akan situasi. Di sini ada kemajuan refleksi, discernment, pemahaman situasi Gereja dan dunia serta pertumbuhan tingkat kerahasiaan.
Berkaitan dengan kardinal yang terkena masalah, semuanya tergantung dari akal sehat dari yang bersangkutan. Pihak Vatikan secara resmi tidak menuntut sesuatu, namun dari yang bersangkutan diharapkan untuk mengadakan refleksi dan menilai diri sendiri.
Pertanyaan refleksi:
# Apa yang saya harapkan dari konklaf ini?
# Seberapa jauh pemahaman saya tentang situasi Gereja saat ini, beserta dengan tantangan yang dihadapinya?
# Apakah tantangan hidup beriman yang kupahami dalam situasi Gereja secara menyeluruh?

salam,
P. Alfons sx


Pastorale digitale a Jakarta

Caro Marcello, devo chiederti un sacco di perdono (approfittando della quaresima) per il ritardo nello scriverti sull’incontro dei blogger. Riassumendo tutto questo, racconto in queste righe un po’ di due eventi della pastorale nel mondo digitale qui a Jakarta.
A volte si discute nei vari forum sul problema della cura pastorale nel mondo digitale. È necessario o no? Vale la pena? Le domande rivolte ai responsabili di solito hanno un carattere generale. Per esempio, i seminaristi possono avere un cellulare o un lap top? È normale per i parroci avere l’i-pad? Allora si fanno incontri nelle parrocchie, nei seminari, nelle varie commissioni o congregazioni religiose per discutere l’internet come strumento, i valori positivi e le trappole che ci sono nel cyber-spazio.

La cura pastorale nel mondo digitale nella diocesi di Jakarta è un settore dentro la commissione delle comunicazioni sociali. Ci sono varie attività. L’iniziativa molto semplice ma impegnativa è costruire un sito della diocesi insieme con le sue parti. Finora, questo progetto rimane ancora in fase di sviluppo. Non mette in rete soltanto gli orari delle Messe, i documenti ufficiali della chiesa, ma prova a contribuire al dinamismo della vita dei cristiani in un mondo molto pluralistico.
Un’altra iniziativa è creare un telefonino cattolico. Questo cellulare si chiama “gembala baik”, che significa "il buon pastore". Si può discutere a lungo su questo nome. Però, il prezzo è abbastanza economico. Possiamo trovarvi dentro vari tipi di preghiere e di documenti ecclesiali, suona automaticamente per farci ricordare l’Angelus, ci sono le letture e i commenti del giorno eccetera. In seguito, considerando lo sviluppo del tablet, si stanno preparando adesso i vari programmi che invitano al clima di preghiera e di riflessione. In breve, si pensa di poter aiutare i cristiani a vivere in modo migliore la loro fede attraverso le tradizioni popolari della chiesa.

C'è stato il primo incontro dei blogger cattolici. Questo incontro è stato incoraggiato dalla commissione delle comunicazioni sociali della diocesi di Jakarta. L’obbiettivo è raggiungere numerosissimi blogger, amministratori di vari gruppi nelle rete sociali, i web master e tutti coloro che si impegnano per essere testimoni del vangelo nella rete.
I materiali di questo evento sono molto semplici. Si tratta di un incontro faccia a faccia, condividendo ciò che si fa fino ad oggi e come si può migliorare la presenza cristiana in futuro, considerando i cambiamenti socio-culturali che stanno emergendo nella nostra quotidianità. Poi, l’intervento della commissione per quanto riguarda l’ulteriore passo da intraprendere. Il primo riguarda l’importanza delle fonti della fede da attingere e l’indirizzo giusto da contattare nel caso di dubbio nei contenuti di fede.
Successivamente, c’è stata una condivisione di una coppia che gestisce un sito cattolico. Questa coppia ha una storia particolare, a partire dalla situazione famigliare, in cui non possono avere figli. Entrambi hanno deciso di dedicare la loro vita per la chiesa. Come? Una bella domanda. Visto che sono molto bravi, hanno deciso di studiare la teologia negli Stati Uniti. Poi, tornati a casa a Jakarta, si sono messi d’accordo per aprire un portale elettronico in cui possono essere soddisfatte le curiosità sulla fede, da parte sia dei cattolici sia dei non cattolici.
Finora, hanno le storie molto lunghe da raccontare. Un esempio semplice è di un giovane in cerca di religione. Dopo aver visitato vari siti, egli ha deciso di essere battezzato, dopo aver visitato il sito. In dialogo con gli amministratori, dopo qualche anno, egli ha deciso di entrare nel seminario per diventare sacerdote. Ha terminato gli studio di filosofia e sta facendo l’anno pastorale in una parrocchia. È una bella esperienza.
L’incontro partecipato da più di duecento persone è terminato con il pranzo agape, in cui si dialoga per costruire una collaborazione più concreta e più semplice in ogni decanato della diocesi di Jakarta.

Il secondo incontro è stato organizzato dalla commissione dell’apostolato dei laici della conferenza episcopale indonesiana. L’obiettivo di questo incontro è preparare i punti di riflessione, le raccomandazioni e le proposte per l’assemblea dei vescovi dell’Indonesia che si terrà quest'anno.
Durante la discussione, è stata presentata l’aggressività dei siti per compiere atti terroristici. Come viene utilizzato internet per cercare i terroristi, educare alla strategia per avvelenare, per uccidere, per costruire un'arma o una bomba, per provocare la massa, per trovare i fondi (compreso rubare con internet banking!) e per comunicare tra di loro.
È stato poi presentato lo sviluppo della tecnologia in modo esagerato in Indonesia. Purtroppo, questa presenza non viene accompagnata dallo sviluppo della mentalità e dallo human development index. Il governo lavora tanto per preparare le strutture e gli strumenti tecnologici. Ma si vede che la cultura e la mentalità non sono ancora pronte per aderire al cambiamento. Qui sta la crisi basilare della qualità del popolo indonesiano.
Ci sono adesso 60 milioni di persone che possono comunicare in real time, anytime and anywhere. Il 95% di questi ha almeno due gadget per potersi aggiornare e seguire l’andamento del tempo: leggere le notizie online, partecipare al gruppo di Blackberry eccetera.
Ancora, considerando l’età degli user, c'è da tener conto dei nativi digitali. È una generazione davvero nuova, che è presente all’inizio di questo millennio. Spesso, i genitori non sanno cosa significhi, come si mandi un messaggio via facebook, come si faccia una conferenza in Messenger, come si faccia per rimanere sempre aggiornati con le varie notizie generali e quelle specifiche, come si faccia per arrivare in un posto in cui non si è mai stati, come si faccia per sapere il tempo eccetera. Le informazioni sono arrivate come lo tsunami. Gli user invece non aspettano più neanche un giorno per sapere cosa stia succedendo nel mondo!
Scendendo nel campo, a partire dai dati raccolti dal ministero delle comunicazioni in Indonesia, 43% degli user sono tra 15-24 anni; il 20% sono di 25-34%. Si connette l’internet attraverso il computer a casa, il cellulare (soprattutto per le reti sociali), il wi-fi comuni offerti dal governo e il tablet (il nuovo arrivato trova un buon mercato in Indonesia). La presenza di questi strumenti è notevole.
Purtroppo, l’uso dell’internet dipende dalla maturità della coscienza, della fede e della personalità degli user. I vari cyber crime in Indonesia sono davvero impressionanti. Tantissimi utenti utilizzano internet in modo inadeguato e soprattutto per soddisfare i propri bisogni (rapinare la carta di credito, il narcisismo, la violenza, la pornografia, il terrorismo, il consumerismo - solo per citare alcuni). In questi casi, la cyber technology non sostiene la crescita dell’uomo, non favorisce a risolvere i problemi sociali, anzi, fa parte di essi (per non dire, sostiene il loro sviluppo!).
C’è l’urgenza che la chiesa sia disponibile per collaborare con il governo nell’ambito dell'educazione morale. Limitare l’acceso a internet è impossibile. L’unica difesa sta nel cuore di ciascuno di noi. La chiesa ha una voce per costruire il carattere e il morale di questa grande nazione, ricca di culture e religioni, tenendo conto che i problemi sociali, anche quelli invisibili, sono presenti.

In questo caso, a partire dalle esperienze di un webmaster katolisitas.org, ciò che egli e sua moglie stanno facendo è contestualizzare lo spirito di fede per non cadere nel fanatismo. Perciò, bisogna utilizzare gli strumenti e i linguaggi per trasmettere la fede alle nuove generazioni. Questo è soltanto un esempio dei tanti facebooker, blogger, twitter, webmaster e tutti coloro che girano nelle reti sociali.
Alla fine, un augurio per gli abitanti digitali di questo paese: che possano davvero vivere il nuovo mondo, con una nuova mentalità e nuova Pasqua.

P. Alfonsus widhi sx
Formatore dei missionari saveriani - Jakarta

martedì 5 marzo 2013

Konklaf (2)

Kapel Sistina
Pada kesempatan briefing hari selasa ini, P. Federico Lombardi  menyampaikan beberapa informasi baru.
Pada hari senin sore kemarin mulai berdatangan 5 kardinal dari Praga, Dakar, Berlin, Colonia dan satu patriark maronit di libanon. Namun, hingga pagi ini sudah terkumpul 110 kardinal dengan hak pilih dan jumlah keseluruhan ada 148 orang.
Beberapa intervensi yang disampaikan pada pagi hari ini dalam ruang pertemuan: aktivitas Tahta Suci beserta dengan berbagai komisi dalam relasi mereka dengan keuskupan-keuskupan, pembaharuan Gereja dalam terang Konsili Vatikan II, situasi Gereja dan kebutuhan untuk evangelisasi baru di dunia dan dalam berbagai konteks perubahan kultural.
Kalau dipikir-pikir, ternyata ada banyak hal yang harus dibicarakan dalam forum internasional seperti ini. Tapi tidak mungkinlah semuanya dibicarakan! Tentu mereka harus memilih dan membuat prioritas dalam menentukan tema dan materi yang akan dibicarakan dalam konklaf. Namun, tanpa terburu-buru, saya yakin bahwa segala sesuatu akan dikerjakan dan dipresentasikan sesuai dengan kebutuhan Gereja.
Pada hari rabu, pukul 17.00, semua kardinal akan berkumpul dalam vesper dan adorasi di altar katedral St. Petrus. Mereka semua mengundang seluruh Gereja untuk berdoa dan menghidupi masa persiapan yang amat enting bagi pemilihan paus ini dengan doa.
Sebagai konsekuensi praktisnya, pada hari ini akan dimulai pekerjaan persiapan konklaf di kapel Sistina. Maka, kunjungan bagi para turis pun ditutup....  


n.b. berita ditonton dan diterjemahkan dari Centro Radio Televisione Vaticana.
p. alfons sx

Konklaf (1)

Pada hari pertama pertemuan para kardinal, Pastor Lombardi sebagai juru bicara dari Vatikan, menyampaikan hal-hal teknis berkaitan dengan perjalanan sidang tersebut. Berikut beberapa cuplikannya:
Pertemuan dibuka dengan doa permohonan penyertaan Roh Kudus. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan tempat posisi masing-masing kardinal pada saat konklaf. Dengan dituntun oleh kardinal Camerlengo, yaitu Kard. Tarsisius Bertone, diadakan sumpah para kardinal secara publik dan privat untuk menjaga kerahasiaan. Secara publik, para kardinal mengikuti rumusan yang disampaikan oleh decano, kemudian secara personal, mereka maju ke depan lalu menyatakan janji mereka secara personal dimana ada Injil terbuka dan Salib di depan mereka.
Sidang dilanjutkan dengan pemilihan tiga kardinal untuk membantu kardinal camerlengo dalam pelayanan sehari-hari. Setelah tiga hari bertugas, akan dipilih tiga orang lain. Lalu sidang dilanjutkan dengan coffe break dan serba serbi berkaitan dengan aspek organisatoris.
Berkaitan dengan  jumlah para kardinal yang hadir, pada hari pertama masih belum semuanya hadir. hanya sekitar 142 orang saja yang baru tiba. Yang lainnya masih dalam perjalanan, kecuali dua kardinal yang memang menyatakan diri tidak bisa hadir.
Secara umum, suasana pada pertemuan pertama kali ini cukup tenang, kondusif dan konstruktif. Semoga demikian adanya pada pertemuan berikutnya.
Ada satu hal yang menarik perhatian saya ketika membuka beberapa halaman milik teman-teman seputar konklaf. Kardinal Maradiaga dari Honduras menekankan, dalam sebuah wawancara dengan TGCom24, bahwa pekerjaan pembersihan di dalam intern vatikan musti tetap dilanjutkan, untuk menampilkan wajah Gereja yang tenang, bersih, transparan dan damai. Namun, apakah ada dua aliran di dalam intern vatikan? Dengan tegas, beliau menyatakan bahwa Gereja tidak akan menjawab kebutuhan mereka, karena Gereja harus menjawab pada kehendak Allah. Gereja itu masih tersusun atas manusi-manusia yang terdiri dari darah dan daging, maka harus tetap perlu pembaharuan. Namun, menurut Kardinal Maradiaga, ini akan menjadi tugas bagi paus berikutnya.
Berkaitan dengan preferensi, kard. Maradiaga menyatakan bahwa tidak menjadi soal asal usul, karena Gereja tidak berwarna hitam, putih, kuning, coklat, amerika, asia atau eropa. Paus yang akan terpilih nanti bisa berasal dari mana saja.
Sebagai bahan permenungan:
# Apakah yang menjadi motivasi bagi mereka untuk terpilih menjadi paus atau bagi kita, menduduki jabatan tertentu? Sudahkah aku melihat talenta dan keterbatasan diriku dan kebutuhan yang diperlukan dalam menjalankan suatu tugas?
# Dimanakah peran rekan kerja dalam mematangkan pilihan?

p. alfons sx
postulat xaverian - Bintaro


Lettura d'oggi

Friends