venerdì 26 agosto 2016

Generasi Digital

Terbang di atas Danau Sentani
Pemandangan yang menakjubkan dengan banyak simbol terbaca di dalamnya. Pesawat itu dengan tenang berenang-renang diantara awan-awan yang mengaburkan warnanya. Putih, biru, hijau, abu-abu yang berirama dalam keharmonisan alam. Mereka yang sudah berada di dalam pesawat itu, sudah meninggalkan masa lalunya yang tinggal kenangan. Keterpisahan dengan masa lalu merupakan peristiwa kematian yang harus dihidupi untuk bisa terbang melanjutkan kehidupan dalam episode yang lain.
Dunia teknologi, sebagaimana digambarkan dalam situs we are social. Situasi di Indonesia yang diungkapkan di slide ini membuat saya terhenyak.
Ada 259,1 juta jumlah penduduk Indonesia dengan 326,3 juta hp dimiliki di awal januari 2016.
88,1 juta adalah pengguna internet aktif.
79 juta aktif di media sosial.
Lebih kurang 20% ke atas sudah menggunakan hp untuk messenger, video, game, mobile banking dan mobile map service.
Konsentrasi infrastruktur fisik memang masih didominasi pulau Jawa yang menawarkan fasilitas sangat memadai untuk terkoneksi, bila dibandingkan dengan pulau-pulau yang lain di Indonesia. Tapi anda jangan gagal paham! Tantangan yang dihadapi di tempat terpencil pun tidak kalah hebatnya dengan di pulau Jawa. Mengapa? Di sini kita bicara tentang mentalitas, karakter, pola kehidupan, kepribadian... yang menjadi fenomen global perubahan di milenium ketiga ini yang telah menerobos segala hal yang menjadi penghalang komunikasi. Jarak, ruang dan waktu menjadi relatif. Generasi milenium III tidak takut ketika memegang sebuah gadget yang baru dan bisa mengoperasikannya dalam waktu yang singkat, sementara para orang tua takut salah menggunakan sehingga bisa rusak. Generasi ini sudah lihai dengan multi tasking, berkonsep jejaring, bermentalitas take and leave, mengadopsi fungsi-fungsi komputer dan mengintegrasikannya dalam kehidupan, baik sadar maupun tidak sadar. Banyak pengalaman berbicara tentang hal ini...
Tantangan besar di hadapi oleh para orang tua dan pendidik generasi digital immigrants. Perubahan karakter, mentalitas, pola berpikir, pola bertindak, pola merasakan sesuatu itu memiliki bentuk yang lain. Nilai-nilai dan kebutuhan-kebutuhan digital natives pun bergeser dari yang sebelumnya. Kehidupan sosial beserta karakternya, kepribadian beserta pilihan hidup generasi digital menampilkan bentuk-bentuk yang lain.
Demikian juga ketika kita mau berbicara tentang kualitas para pemimpin di masa depan. Bagaimana kalau berbicara tentang kualitas para calon imam? Saudara-saudara, 
PR besar menanti kita semua.
Rm. Alfonsus widhi, sx

giovedì 31 marzo 2016

Makna "Selamat Paskah"

Malam Paskah di Stasi Kota Batak
Peroki St. Paulus Labuh Baru
Pekanbaru
Mengucapkan “selamat paskah” merupakan sebuah tanda penghargaan iman yang sangat besar. Kepada mereka yang kita beri salam, ini bukanlah sekedar formalitas, bukan sekedar tanda pengakuan, bukan saja soal toleransi umat beragama, melainkan sebuah pengharapan. Begitu besarnya pengharapan yang dimiliki oleh Gereja, maka perayaan paskah pun diperpanjang hingga saat pentakosta. Kita ingat bahwa dalam masa ini, Gereja menunjukkan kepada kita berbagai pengalaman para murid yang memperoleh perjumpaan dengan Yesus Tuhan setelah kematian di kayu salib, dalam berbagai macam situasi hidup sehari-hari.
Ada pengharapan apa di balik perayaan yang cukup panjang ini? Mari kita singkap makna ucapan paskah yang kita berikan kepada saudara/I kita yang merayakannya. Paskah berarti Tuhan lewat. Ada pengalaman puncak misteri inkarnasi Allah yang menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah kita. Dia lahir dalam kemiskinan di Betlehem dan Dia mati dalam kemiskinan di atas kayu salib. Namun kisah hidup-Nya tidak ditutup dengan kematian dan makam, melainkan dengan kebangkitan-Nya dan tindak lanjut karya-karya yang dibuat sepanjang hidup-Nya melalui karya-karya keselamatan yang diteruskan oleh para murid-Nya. Dan diantara mereka, adalah nama kita masing-masing.
Maka, mengucapkan selamat paskah berarti menyampaikan selamat dan pengharapan bahwa orang yang kita salam itu memiliki iman seperti Yesus: tidak takut akan pengalaman kematian. Ini disebabkan karena derita dan kematian adalah pintu menuju kepada Allah. Ini adalah dampak atau konsekwensi dari komitmen kita untuk menjadi pelayan-pelayan Kerajaan Allah dalam panggilan dan tugas yang sedang kita hadapi sekarang ini. Meskipun dampak dari kematian itu indah, dan kita pun akan menyambutnya dalam kebahagiaan karena akan berjumpa dengan kerinduan kita, namun kehidupan adalah milik Tuhan dan bukan di tangan kita untuk memutuskan kapan saya harus mati. Saya yakin bahwa masih banyak hal harus kita perbuat untuk menunjukkan komitmen kita pada panggilan yang sedang kita jalankan.
Lalu, apakah paskah itu memiliki karakter misioner?

Lettura d'oggi

Friends