martedì 1 maggio 2012

Mengenang Vatican Blogger Meeting 2011


Ketika orang-orang Spanyol menemukan benua Amerika dan secerna sinar mulai menerangi malam, sejarah dunia mulai menunjukkan gejolak perubahannya. Gaya hidup manusia pun mulai bertransformasi. Baru saja tergugah oleh kisah di fajar milenium ketiga yang baru saja terbangun, Vatikan mengundang para blogger untuk berkumpul bersama, sehari setelah beatifikasi Paus Yohanes Paulus II tahun 2011 silam. Tidak semua blogger yang  diundang adalah blogger katolik, tetapi yang menjadi target utama adalah kemajemukan dan variasi para blogger hendaknya mewakili berbagai bidang karya dan lapisan masyarakat.
Dalam sarin ini saya hendak menceritakan beberapa point yang menjadi bahan pertemuan kemarin dan kemudian beberapa refleksi  dari sudut pandang spiritualitas dan kemungkinan pengembangannya. Terima kasih terutama kepada P. Antonio Spadaro, SJ yang memberi kami empat tujuan dasar untuk menempatkan berbagai intervensi yang telah dibuat.
Pertama, pertemuan ini adalah untuk mendorong dan meneguhkan para blogger untuk hadir secara lebih intensif di dunia digital, guna mempertemukan Sang Sabda dan setiap orang yang hadir di dalam dunia maya ini. Dalam perjumpaan tersebut, kita juga harus berani menghadapi tema-tema yang sulit dan rumit sehubungan dengan Gereja. Apakah pertemuan ini akan menjadi sebuah perseteruan? Mungkin saja! Keragaman itu ada dan tidak bisa dipungkiri lagi.
P. Roderick, 43 tahun, mengatakan pentingnya menemukan hal-hal yang menjadi minat bersama, sebelum kita mulai berbagi tentang iman. Pertemuan ini akan menjadi mungkin jika antara si pengirim dan si penerima memiliki bahasa yang sama. Ini namanya bahasa persahabatan, sebuah bahasa yang bersifat personal dan dikembangkan oleh si pengirim kepada si penerima  atau kepada orang yang mengikutinya. Di luar pertemuan itu, blog-nya tersebut dapat menjadi sarana penggembalaan umat juga bahkan bagi mereka yang tidak hadir di dalam Gereja.
Kedua, dialog ini merangsang pembukaan dialog antara iman dan budaya, karena blog menunjukkan karya seorang manusia mendengarkan, yang berefleksi dan yang bertindak. Ada orang di balik sebuah screen dari blog yang kita baca. Pada orang ini, hadir  sebuah kebebasan dan cobaan yang berasal dari egoisme. Ada berbagai bidang di mana blogger dapat mendedikasikan tujuan dari blog-nya.
Elizabeth Scalia dari Amerika Serikat menekankan kebebasan sebagai sebuah ruang publik dan titik pijak untuk sebuah perjumpaan. Mengingat bahwa salah satu karakter dari blog adalah kekacauan, ada sebuah aturan tidak tertulis yang amat berlaku di sini: “tidak menang siapa yang punya alasan benar, tetapi yang berteriak menang paling keras”. Internet adalah daerah dimana orang bisa berteriak dan bertindak amat keras, namun tetap di dalam aturan yang harus dihormati.
Undangan ke Vatikan berarti pengakuan atas kehadiran para blogger di dunia maya dan menggarisbawahi pentingnya dialog antara iman dan budaya di mana para blogger terlibat di dalamnya.
Yang ketiga, untuk mencapai komunitas online yang lebih luas, apakah mungkin membangun komunitas katolik melalui internet? Para blogger bukanlah kumpulan orang anonim, tetapi mereka memiliki identitas tepat dan jelas. Mereka juga memiliki rekan-rekan sejawat dan kerap kali keberadaan mereka ditentukan oleh konteks. Dengan bekerja melalui blog, para blogger memiliki kemungkinan untuk menyampaikan ide dan pesan-pesan injili.
Akhirnya, pertemuan “Vatican Blogger Meeting” ini bertujuan untuk meningkatkan keakraban antara Vatikan sebagai realitas kelembagaan dan realitas blogosfer. Secara umum, menurut Francois Jeanne-Beylot, pertemuan itu harus dilakukan oleh para blogger dan untuk para blogger saja, bukan lembaga atau Gereja! Tetapi, undangan ini  amat bagus! Karena apa? Penggunaan media tidak hanya bertujuan untuk menjangkau masyarakat / umat beriman, untuk berbicara dengan mereka, untuk berkhotbah, untuk bikin retret kepada sekelompok orang yang disebut awam, orang muda, mudika, paroki, komisi keuskupan atau paroki, kantor pastoral dll. Media juga menantang Gereja. Gereja perlu dan wajib mendengar! Apakah Gereja memahami apa diharapkan orang saat ini? Apa kecemasan mereka? Bagaimana mereka hidup? Apa dan bagaimana perjuangan mereka?
Melanjutkan refleksinya, P. Antonio Spadaro merasa bahwa situasi “kekacauan” yang di hadapi para blogger dalam dunianya, meninggalkan PR pada mereka untuk menyalurkan energi kehendak dan kekuatan secara efektif dan efisien. Keinginan dan harapan ada banyak dan di tempat ini Gereja dapat belajar untuk mendengarkan.
Masih menyangkut peran Gereja dalam dunia digital, P. Lombardi, direktur pers Vatikan, memberikan dua pemikiran kepada para blogger yang berkumpul:
1) Gereja harus menjadi opini publik dan realitas blog dapat masuk ke dalam dinamika ini.
2) untuk masyarakat di di awal milenium ini, fenomena blog bukan sebuah skema klasik yang bergerak dari pusat ke pinggiran! Ini adalah gerakan dari bawah, dari pasar dan dari keramaian alun-alun. Kadang-kadang, bantuan blogger memberikan bantuan tidak sedikit kepada mereka yang memegang tanggung jawab untuk membaca apa yang terjadi di sekitarnya. Sebuah analisis yang kompeten dan bertanggung jawab dapat meningkatkan kualitas pelayanan pastoral paroki (para pastor paroki), keuskupan (para uskup) dan bahkan Vatikan sendiri! Pada titik ini, dinamika dialog untuk melayani sesama dapat mengubah kualitas hidup para blogger dan masyarakat di mana mereka berada.
Berkenaan dengan komitmen Vatikan untuk bergabung dalam dunia digital, muncul pertanyaan-pertanyaan umum misalnya apakah Paus memiliki face book? Apakah Paus menjawab pesan? Apakah setiap orang dapat chatting dengan paus? Dimana email dan blog dari Paus?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dan variannya, kita harus mendalami transfer yang terjadi dari dunia teologi ke dunia digital. Untuk menjawab pertanyaan sederhana dan dalam ini, rupanya akar permasalahan bukan hanya pada hal-hal menyangkut alat-alat digital, tapi teologis. Tugas Paus sebagai pengganti Petrus bukanlah berjalan “dari pintu ke pintu” dan masuk dalam hubungan pribadi. Paus adalah gembala umat katolik di seluruh dunia. Dia adalah gembala dari semua. Dia tidak hanya menggembalakan umat katolik, tetapi juga dunia! Dengan masuk ke dalam relasi “dari pintu ke pintu”, dengan menjawab semua posting dan komentar, hal ini akan memiskinkan pelayanan Petrus. Perangkap dunia digital ini amat terbuka. Pada titik ini kita perlu tahu artinya, seluk beluk prosesnya dan lika liku dunia digital ini untuk memperkaya dan sekaligus berhati-hati untuk tidak mengurangi atau mempersempit makna dalam ungkapan-ungkapan yang amat sederhana.
Dengan cara apa Vatikan mendorong para blogger untuk terlibat dalam dunia digital? Praktisnya, pihak Vatikan sendiri membuka diri dengan vaticano.va, harian Osservatore Romano, photovat, Vatikan player, fides agen, CTV youtube, visnews.va, Radio Vatikan, intermirifica.net. dll. Di dalam berbagai pintu ini, ditawarkan kepada pengunjung berita tentang dunia dan dengan Gereja di dalamnya. Tentu dibutuhkan sebuah pilihan editorial dan kemampuan khusus untuk menarik orang ke sini. Itulah sebabnya, tidak ada berita baru di sini, tetapi kebaruan terletak pada kemampuan mengorganisir dengan cara baru sesuatu yang biasa.
Sebagai bahan permenungan dari pertemuan ini, saya menggoreskan beberapa hal:
Ǿ Sejauh mana rasa tanggung jawab (moral) itu terlibat dalam mengekspresikan diri melalui tulisan, video dan foto dalam blog, dengan melihat bahwa di dunia ini yang ditandai dengan keduniawiannya, siapapun dapat menuliskan segala sesuatu yang mereka inginkan? Pesan yang tertulis bisa jadi netral, namun konteks bisa memberikan penafsiran berbeda dan memberikan nuansa nada yang berbeda untuk isi yang sama.
Ǿ Tantangan tentang pertemuan sebagai sebuah sakramen. Bertemu dengan orang lain ebrarti masuk ke suatu tempat yang kudus (Keluaran 3,5). Melihat bahwa dengan dunia digital ada kecenderungan untuk selalu hadir di mana-mana dan secara tidak sadar muncul rasa takut dilupakan oleh orang lain, bagaimana kita bisa memberi makna pada keindahan sebuah ketidakhadiran?
Ǿ Pada akhirnya, pertemuan antara blogger yang diadakan oleh Tahta Suci ini memberikan pesan yang sangat kuat. Gereja mengakui bahasa baru yang mengubah sejarah, dunia dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Bahasa ini disebut: internet, facebook, twitter, flicker, picasa di blog, messenger, dll. Mereka adalah alat-alat digital yang dapat memusnahkan waktu, ruang dan jarak. Sejauh mana kita menyadari kedahsyatan sarana-sarana ini?
Kalau boleh bertanya, Guru dimanakah engkau tinggal? (Yoh 1,38). Tentu dia akan menjawab: guru@dimanaengkautinggal.com? Fb guru? @gurudimanaengkautinggal?
Selamat berefleksi.
p. alfonsus sx
wisma xaverian, bintaro

Nessun commento:

Posta un commento

Lettura d'oggi

Friends