mercoledì 7 marzo 2012

liturgi kehidupan


dari Yes 1,10.16-20
Dengarlah.. adalah kata pertama yang kita dengarkan pada bacaan ini. Aneh. Begitu pikirku. Tetapi realitasnya memang demikian dan tidak dapat dipungkiri. Sayang sekali tidak kita dengarkan dalam bacaan harian pada selasa ketiga ini, isi ayat 11-15 yang bisa membuat kita terhenyak seketika.
Yesaya berangkat dari konteks liturgy palsu yang dipraktekkan oleh Israel. Kepalsuan itu terletak pada motivasi yang mendorong orang berliturgi. Upacara liturgi direduksi menjadi sebuah tontontan agar dapat dilihat. Motivasi semacam ini tidak melibatkan integritas manusia seutuhnya. Hidupnya terpetak-petak antara doa dan pujian di dalam tembok bait Allah dan pekerjaan sehari-hari di dalam dunia. Tidak adanya koherensi ini menyebabkan manusia tidak menghidupi kehidupannya secara penuh.
Tetapi, terhadap orang semacam ini, Allah tetap mengarahkan suaranya kepada mereka: Dengarlah! Dengan demikian, mereka masih bisa berharap bahwa masih ada kehidupan di hadapan mereka, meskipun perlahan-lahan Israel mulai menghidupi nasib Sodom dan Gomora! Tentu saja, seruan untuk mendengarkan menjadi penting karena pertama, Allah yang diimani oleh Israel bukanlah Dia yang menghendaki kematian orang fasik, orang jahil atau orang jahat (bdk. Yeh 18,21-28). Justru sebaliknya, kepada merekapun masih ditawarkan sebuah ruang kehidupan agar mereka berbalik, bertobat dan membarui hidupnya. Kedua, Yesaya mengusulkan sebuah jalan untuk membarui hidup, yaitu dengan berliturgi yang benar, akrab disebut sebagai liturgi kehidupan. Ini adalah sebuah liturgi yang bercakrawala menyeluruh, yang melihat manusia seutuhnya dengan segala jerih payah, suka duka, kegembiraan dan keputusasaannya dst.
Jadi, di depan kita terhampar sebuah ajakan untuk mewarnai setiap pemikiran, perasaan dan kegiatan kita dengan kasih Allah yang telah merangkul kita, karena Allah kita bukanlah Dia yang menghendaki kematian, melainkan kehidupan.
p. alfonsus sx
7 maret 2012, xaverian-Bintaro

Lettura d'oggi

Friends