domenica 26 agosto 2012

Minggu Biasa XXI: Waktunya membuat keputusan


kemana engkau akan pergi?
kenangan mendaki gunung di Italia
Hiya benar. Kini saatnya untuk mendengarkan suara hati dan memberikan apa yang terbaik untuk kesehatan pribadi. Menentukan pilihan adalah sebuah hak dasar yang dimiliki oleh tiap orang sebagai perwujudan dari kebebasannya. “Kebebasan yang aku miliki itu mau aku kemanakan?”
Dalam memilih ada beberapa pihak yang sering membantu kita untuk menjernihkan motivasi. Misalnya: Mengapa sih aku memilih warna ini dan bukan itu? Model baju ini dan bukan yang itu? Pihak penjual bisa membuat iklan apa saja. Toko bisa memasang etalase seindah dan semenarik mungkin. Kata-kata yang memikat, tampilan yang mempesona, setting tempat dan suasana bisa dibuat sedemikian rupa sehingga kita bisa merasa nyaman di dalamnya. Namun, keputusan dan kebebasan untuk memilih ada di tangan kita.
Pilihan Petrus untuk tinggal bersama Yesus bukan sebuah pilihan yang mudah. Melihat teman-temannya yang pergi karena perkataan Yesus itu keras bagi mereka. Melihat Yesus ditinggalkan oleh sedikit orang saja, tentu membuat hatinya kecil. Tetapi, Petrus ingat akan peristiwa Yesus yang menghendaki dia untuk menjadi pelayan manusia. Petrus ingat akan tatapan Yesus yang penuh belas kasih dan cinta yang tanpa pamrih. Pendek kata, Petrus merasa dekat dan bahagia bersama dengan Yesus, karena dia menemukan Kehidupan itu sendiri.
Yesus, dalam uraian tentang Roti Kehidupan dalam injil Yoh 6 ini, tetap bersikukuh akan kebenaran yang terungkap di dalam diri-Nya. Dia tidak mundur meski pengikutNya mulai berkurang. Dia tidak mencari jalan ketiga. Dia tidak memodifikasi pernyataanNya. Bahkan dengan berani Dia menawarkan “kebebasan” kepada para muridNya untuk menentukan posisi. Ini adalah sebuah resiko amat besar.
Cukup menarik kalau kita melihat pernyataan Petrus. Dia menggarisbawahi kata “percaya” sebelum “mengenal” Yesus secara penuh. Maka, hanya dengan iman, dengan percaya itulah kita bisa memahami misteri Yesus Kristus yang berkarya juga di dalam diri kita.
Memang seringkali sulit mengambil sebuah keputusan yang radikal dan definitif. Sebuah keputusan yang tetap dan tidak berubah lagi sampai akhir hidup. Banyak hal menarik dan penuh dengan tarik ulur dalam kehidupan: berbagai bentuk tahayul dalam dunia modern, hasrat akan harta dan kekuasaan tanpa batas, sensualitas dalam dunia moral yang bergerak perlahan namun pasti menjauh dari kode etik budaya, keinginan untuk mendominasi orang lain, insting untuk dilayani dari pada melayani dst.
Maka, uraian penutup dalam injil Yoh 6 ini bisa menjadi sebuah ajakan bagi kita untuk bertobat secara bertahap. Marilah kita mohon rahmat dari Allah untuk dapat memiliki sebuah keberanian membuat dan memperbaharui setiap keputusan yang kita ambil, agar tetap menunjukkan identitas kita sebagai anak Allah yang ditebus dan dikasihi. Memang inilah kondisi kemanusiaan kita yang terus menerus diombang-ambing oleh badai taufan. Semoga, tantangan hidup setiap hari makin mendewasakan kita untuk memperbaharui pilihan kita dengan berpijak pada Yesus Kristus, Sang Roti Kehidupan.
p. alfonsus widhi sx

Nessun commento:

Posta un commento

Lettura d'oggi

Friends