Iya.. di sinilah tempat
perhentian dan sementara dimana para penumpang turun, memilih kereta jurusan
yang lain lalu melanjutkan perjalanannya, atau pulang ke rumah, ke kantor atau
tempat lain yang hendak dituju. Bagi yang suka travelling karena pekerjaan atau
sekedar jalan-jalan saja, dunianya akan banyak habis di jalan. Sebuah refleksi
suara hati pun muncul dan bertanya secara spontan, bagaimana memanfaatkan waktu
yang sedikit secara optimal? Bagaimana meningkatkan kualitas setiap perjumpaan
menjadi tidak sekedar urusan bisnis dan pekerjaan, tetapi juga menyentuh
kepribadian?
Stasiun kereta api bagi saya
itu identik dengan sebuah kenangan akan perjumpaan dan perpisahan. Ada kalanya
perlu keberanian kuat, bisa jadi karena agak dipaksakan dari kehendak, untuk
meninggalkan masa lalu dengan banyak kenangan yang beragam dan mulai berani menatap
ke masa depan dengan pengharapan. Banyak situasi dan perasaan hati, tidak
sekedar sentimentalisme belaka, yang mengantar kepergian saya dari satu tempat
ke tempat lain. Apalagi kalau sedang antri di stasiun Metro dan melihat begitu banyak orang berbondong-bondong dan berlomba-lomba
untuk mencapai pintu kereta dalam kebisuan. Hanya terdengar derap kaki mereka,
suara mesin karcis otomatis dan sesekali sekelompok orang mengobrol dan
tertawa.
Stasiun kereta bisa merupakan
cerminan dari keluarga kita. Mari kita mulai berhenti dan melihat pengalaman keluarga
kita dalam sejarah. Mari kita buka keberanian untuk bertanya kepada wajah yang
ada di depan pikiran kita:
- Apakah anda ingat hari ulang tahun pasangan anda? Atau hari-hari penting dalam kehidupan keluarga? (bdk. Yer 2:32)
- Apakah masa lalu (ransel) berpengaruh pada kehidupan berkeluarga kelak? (bdk. Yun 1-4)
- Apakah ada ruang pengampunan dalam keluarga? Syaratnya apa? (Hos 3)
- Bagaimana mengefektifkan komunikasi bagi keluarga karier?
- Apakah dalam keluarga, ada pembagian kekuasaan - peran, negosiasi dan dialog (Yeh 16 dan 23)?
Pertanyaannya masih bisa
dilanjutkan lagi, kalau kereta belum datang…atau kalau stasiun tujuan kita
masih jauh. Silahkan mengunyah ini dalam hati untuk menata situasi kehidupan
keluarga kita. Sementara itu, karena kereta saya sudah datang…saya tinggal dulu yak. Kita ketemu
di perjalanan berikutnya dengan refleksi yang baru…siapa tahu, angin membawa
kita untuk ketemu lagi dlam metafora perkawinan dalam kitab Perjanjian Lama.
P. Alfonsus Widhi