Ada berapa panca indera yang disebutkan dalam
bacaan-bacaan hari ini? Telinga (mendengar), lidah (berbicara), tangan
(meraba), mata (melihat), hati (mendengar). Tinggal hidung yang belum disebut oleh bacaan-bacaan hari minggu ini.
Kalau kita
melihat serena, bagaimana figur orang yang digambarkan
dalam bacaan hari ini? Bacaan 1 dari Yesaya menggambarkan figur orang yang galau, yang tawar
hati, yang menderita mendapat kepenuhan pengharapan untuk dibebaskan dari
penderitaannya. Bacaan 2 dari Yakobus
menggambarkan profil orang kaya dan orang miskin sebagai
perumpamaan dalam memilih dan
bertindak. Bacaan injil dari Markus menggambarkan Orang tuli dan gagap (dalam bahasa yunani dipakai
istilah orang bisu tuli) dan bisa berjalan. Bagaimana dia datang kepada Yesus?
Bukan dia yang meminta, tetapi orang-orang di sekitar dia yang memohon Yesus
untuk meletakkan tanganNya di atas orang itu.
Kalau kita
melihat, Apa yang istimewa di dalam penyembuhan orang bisu
tuli ini? Orang bisu tuli menggambarkan sebuah figur yang tertutup. Dia tidak
bisa berkomunikasi, baik menerima atau menyampaikan pesan secara normal,
melainkan dengan bahasa isyarat. Di dalam ketertutupan itu, Yesus tidak
langsung menyembuhkan: «pergilah imanmu telah menyelamatkan engkau», melainkan Dia masuk sehati dan
sejiwa di dalam dunia orang bisu tuli ini. Dia menggunakan sebuah bahasa isyarat: menyentuh telinga,
memasukkan tangan ke mulut, meludah, memandang ke langit dan berseru:
terbukalah. Maka terbukalah telinga dan lidah orang itu.
Mengapa
ditampilkan soal telinga dan lidah? Telinga berfungsi untuk menerima segala
informasi. (Dulu tidak ada internet, koran dan televisi sehingga mata pun bisa
membaca dan menerima informasi). Lidah berfungsi menyampaikan pendapat,
pemikiran, perasaan … segala yang melintas di pikiran dan mengungkapkan
kecenderungan hati. Hati (kata orang), berfungsi sebagai indera keenam. Namun
dalam tradisi para leluhur, hati merupakan tahta kesadaran akal budi, tahta
kebijaksanaan dan tempat untuk mengambil keputusan. Maka sangat kuat pesan
bacaan pertama: «kepada orang-orang yang tawar hati, katakanlah, kuatkanlah
hati, janganlah takut!» Ketakutan – berasal dari hati – adalah sumber
ketidakbijaksanaan dalam mengambil sebuah keputusan. Dari rasa takut muncul:
kebimbangan, kegalauan, keragu-raguan, kecemasan, rasa malu, minder dst. Jika ini
diteruskan, maka orang akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Pada akhirnya,
dia akan terbatas pada dirinya sendiri, semakin terisolasi dalam keegoisannya.
Bacaan kedua
memperjelas dengan sebuah contoh: lidah menyampaikan keputusan hati yang
menghakimi. Bagi yang berpenampilan menarik mendapat berkat, bagi yang “menurut
selera pribadi” berpenampilan kurang menarik, mendapat kutukan. Di sini kita
melihat, bagaimana orang yang tertutup di dalam dirinya sendiri, tidak bisa menyapa
orang lain apa adanya dan terbatas menghakimi mereka pada penampakan saja.
Maka, Tidak ada
pertumbuhan hidup rohani yang dikembangkan di dalam individualisme, egoisme dan
berkarakter pribadi. Paling tidak, bagi umat katolik tidak berlaku demikian.
Saling berbagi adalah sebuah syarat mutlak bagi pertumbuhan iman yang dewasa.
Pertemuan pribadi dengan Yesus di dalam doa dan di dalam kehidupan sehari-hari
mendesak pengejawantahannya dalam partisipasi konkrit hidup berkomunitas di
lingkungan, di Gereja, di tempat kerja atau di mana saja.
Seorang katolik
yang dewasa memahami pentingnya dimensi komuniter ini dan akan terus terlibat
aktif untuk mengupayakan agar Gereja dan dunia, bisa benar-benar menjadi sebuah
ruang dan spasi nyaman untuk berkomunikasi, berkonfrontasi dan berdialog.
Bagaimana kita
mengaplikasikan ini dalam kehidupan sehari-hari? Dengan kemajuan teknologi, banyak orang menjadi makin tertutup. Banyak orang
menjadi makin sibuk dengan iPad, BB, Fb, Path, Mail, galaxy note dan tertutup dengan
perjumpaan pribadi dengan orang yang real. Bahkan keputusan-keputusan penting di
dalam hidup dibuat melalui pembicaraan dan pesan lewat teknologi ini. Semuanya baik
dan berguna jika subyek teknologi bisa mengatur dan menjaga diri, memahami batasan
antara yang real dan irreal.
Sebagai penutup, mari kita lihat foto di samping
ini. Seorang
kawanku dari tanah asing memberikan foto ini: Seorang pastor sedang lewat
dengan membawa ekaristi untuk sebuah kunjungan kepada orang sakit. Ketika lewat, seorang
tukang sapu jalanan itu berlutut dan memberikan tanda baktinya..... Jika yang lewat adalah
orang bisu tuli, apakah yang akan anda lakukan?
Selamat
berhari minggu.
p. alfonsus widhi - Bintaro 2012
n.b. ho ricevuto questa foto dagli amici. non so chi è l'autore, perciò se qualcuno sapesse, mi potrebbe far sapere in modo tale che io possa rispettare anche il diritto dell'autore. grazie.