Kisah penciptaan
meninggalkan jejak sebuah kebebasan bertanggungjawab dengan perintah ini:
“semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah kaumakan buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kej 2, 17).
Namanya juga manusia,
semakin dilarang, semakin dia nekat. Ketika manusia-manusia itu “mendengar
bunyi langkah Tuhan yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk”
(Kej 3,8), mereka menjadi sadar akan kesalahan mereka dan bersembunyi. Pada
waktu itu, mereka kehilangan hak untuk mengambil berbagai macam buah
yang ada di taman Eden dan harus bekerja keras untuk mengolah tanah dan menanam
sendiri apa yang mereka kehendaki.
Namun, kini kita bisa
memiliki hak itu kembali, bahkan lebih dari sekedar buah! Kita sampai
detik ini memiliki kesempatan untuk mengambil roti para malaikat: Ekaristi.
Inilah Roti agung pemberi tenaga jasmani dan rohani, Kebijaksanaan
paling luhur yang menerangi akal budi, Cinta kasih paling tulus dan jujur:
Tubuh dan Darah Kristus sendiri. Kita yang telah tergabung dalam keluarga
Kerajaan Allah melalui pembabtisan, sekarang memiliki undangan untuk memetik,
tidak hanya buah dari pepohonan, melainkan dari pohon kehidupan yang ada di
dalam surga-dunia.
Ekaristi adalah buah cinta kasih Allah bagi kita. Begitu besar cinta kasih-Nya, Allah berkenan untuk tetap menyertai kita, para pendahulu kita, bahkan generasi kita.. mungkin sampai puluhan, ratusan atau ribuan… sampai akhir zaman: Dalam rupa roti! Beberapa contoh:
§
Bangsa
Israel berjalan di padang gurun dengan kekuatan manna yang turun dari langit.
§
Roti
yang dimakan oleh Elia memberinya kekuatan untuk berjalan 40 hari 40 malam
lamanya sampai ke gunung Allah, yaitu gunung Horeb (1Raj 19,8)
§
Dalam
mujijat penggandaan roti, kita melihat bagaimana 5 roti dan 2 ikan
mengenyangkan ribuan orang, bahkan sampai ada yang tersisa. Dll.
Belajar dari
pengalaman iman ini, maka Gereja tak henti-hentinya menganjurkan agar kita
semua berpartisipasi dalam ekaristi.
§
Ekaristi
terbuka bagi seluruh umat manusia! ≈ seluruh umat manusia, bersatu, membentuk
komunitas di dalam ekaristi. → kita yg dulu jauh, kini jadi dekat. Kita
bukan orang asing, meski dalam satu deretan di bangku gereja kita tidak
saling kenal! Maka: menjadi penting kehadiran kita di sini bersama hari Minggu.
Mengingat pentingnya, spertinya Gereja sedikit memaksa kehadiran umat.
§
Buku-buku
Canoni apostolici, abad I-II, menganjurkan umat katolik untuk pergi ke Gereja,
berdoa dan menyambut ekaristi, komuni; kalau tidak, akan terpisah dari communio
dei fedeli, persatuan / persaudaraan umat beriman.
§
Paus
Fabianus, martir th. 253, menetapkan kewajiban umat katolik menyambut komuni 3x
setahun
§
Paus
Silvester I, lebih keras lagi: tidak dianggap sebagai umat katolik kalau
tidak menerima komuni pada waktu Paskah, Pentakosta dan Natal.
§
Paus
Sixtus III, dalam konsili gerejawi di Agde bahkan meng-ekskomunikasi
mereka yang tidak menerima komuni minimal 3 x setahun.
§
Sampai
tahun 1225, Paus Innocentius III dalam konsili Lateran IV mereduksi kewajiban
ini menjadi satu kali: wajib menerima komuni pada waktu Paska.
Mengapa Gereja
bersikeras akan pentingnya partisipasi umat akan Ekaristi? Inilah misteri iman
kita. Inilah Yesus sendiri, Allah sendiri yang telah memberikan diri-Nya untuk
kita dan menghendaki kita mengikuti contohnya: «Lakukanlah ini untuk
mengenangkan Daku».
Mari kita melihat
contoh kebesaran iman dari para pendahulu kita yang memiliki iman amat besar
akan Ekaristi sebagai tempat kehadiran Allah, tempat dari padanya kita menimba
kekuatan dalam peziarahan mereka sehari-hari untuk menjadi manusia ekaristis.
§
St.
Filipus Neri, Roma, ketika jatuh sakit berat, dia tidak bisa tidur
semalam-malaman menjelang penerimaan ekaristi: baginya merupakan rahmat
paling besar dari berbagai rahmat yg dia terima.
§
St.
Elisabet dari Hungaria: berpuasa sehari dan berdoa sepanjang
malam sebelum dia menyambut. «Semoga kalian memiliki iman akan kebesaran
ekaristi yang hendak kalian terima, sambil mengingat bahwa sehari sebelum Allah
menurunkan manna di padang gurun pada waktu pagi, dia menghembuskan angin untuk
membersihkan tanah dimana manna itu akan jatuh. Hendaklah kita membersihkan jiwa
kita sebelum berpartisipasi penuh dalam rahmat yang berlimpah-limpah yang akan
diberikan kepada kita».
§
Paus
Innocentius II: jika sakramen tobat menghapus segala dosa dan pelanggaran kita,
maka ekaristi mengurangi / mencegah “keinginan / kehendak” untuk berbuat dosa.
Namun, membaca kisah
hidup para orang kudus, diketahui bahwa roti ekaristi ini memberi nutrisi
pada kebutuhan fisik manusia juga.
§
St.
Katerina dari Siena, menghidupi seluruh periode prapaska hanya dengan menerima
roti ekaristi, tanpa makanan yang lain.
demikian juga Felicitas dari Roma.
§
Rahib
Nikolò (Nikolaus da Flue) dari Elvezia, selama 20 tahun hanya makan dari roti
ekaristi. Demikian juga St. Liberal, Uskup Yunani.
Tidak peduli siapa
kita, Yesus mengundang kita ke dalam perjamuannya. Yesus sering makan dgn orang
berdosa, pemungut cukai, org sakit, cacat, lumpuh, buta dst. Tetapi, bukan
penampakan fisik yg menentukan, melainkan hatiku itu ada dimana?
Santa Geltrude, suatu
ketika bertanya kepada Yesusç persembahan apakah yang harus aku bawa dalam
ekaristi? Jawab Yesus: aku tidak meminta yang lain, selain kamu datang dengan
sebuah kekosongan. → Cf. Magnificat: ia melimpahkan segala yang baik kepada
yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan kosong. Bukalah
hati kita, kosongkanlah hati kita, lepaskanlah segala kekawatiran, agar
Ekaristi bisa menjadi darah dan daging juga dalam diri kita.
Sebagai penutup, sepertinya
ada ketegangan antara ekaristi untuk seluruh
umat manusia dan menjadi satu
dalam ekaristi. Mari kit tengok moment anak domba Allah: roti itu satu,
utuh, tertutup. Lalu dipecah, menjadi terbuka, menjadi berlipat ganda, dan
dibagi-bagikan. Secara simbolis, ini adalah sebuah prinsip kesatuan dalam
keanekaragaman. Semoga Ekaristi semakin membantu kita untuk terus membangun
kehidupan bersama dengan saling berbagi.
Bintaro, 26 Mei 2012
Nessun commento:
Posta un commento