|
kemana engkau akan pergi? kenangan mendaki gunung di Italia |
Hiya benar. Kini
saatnya untuk mendengarkan suara hati dan memberikan apa yang terbaik untuk kesehatan
pribadi. Menentukan pilihan adalah sebuah hak dasar yang dimiliki oleh tiap
orang sebagai perwujudan dari kebebasannya. “Kebebasan yang aku miliki itu mau
aku kemanakan?”
Dalam memilih ada
beberapa pihak yang sering membantu kita untuk menjernihkan motivasi. Misalnya:
Mengapa sih aku memilih warna ini dan bukan itu? Model baju ini dan bukan yang
itu? Pihak penjual bisa membuat iklan apa saja. Toko bisa memasang etalase seindah
dan semenarik mungkin. Kata-kata yang memikat, tampilan yang mempesona, setting
tempat dan suasana bisa dibuat sedemikian rupa sehingga kita bisa merasa nyaman
di dalamnya. Namun, keputusan dan kebebasan untuk memilih ada di tangan kita.
Pilihan Petrus
untuk tinggal bersama Yesus bukan sebuah pilihan yang mudah. Melihat teman-temannya
yang pergi karena perkataan Yesus itu keras bagi mereka. Melihat Yesus
ditinggalkan oleh sedikit orang saja, tentu membuat hatinya kecil. Tetapi,
Petrus ingat akan peristiwa Yesus yang menghendaki dia untuk menjadi pelayan
manusia. Petrus ingat akan tatapan Yesus yang penuh belas kasih dan cinta yang
tanpa pamrih. Pendek kata, Petrus merasa dekat dan bahagia bersama dengan
Yesus, karena dia menemukan Kehidupan itu sendiri.
Yesus, dalam
uraian tentang Roti Kehidupan dalam injil Yoh 6 ini, tetap bersikukuh akan
kebenaran yang terungkap di dalam diri-Nya. Dia tidak mundur meski pengikutNya
mulai berkurang. Dia tidak mencari jalan ketiga. Dia tidak memodifikasi
pernyataanNya. Bahkan dengan berani Dia menawarkan “kebebasan” kepada para
muridNya untuk menentukan posisi. Ini adalah sebuah resiko amat besar.
Cukup menarik
kalau kita melihat pernyataan Petrus. Dia menggarisbawahi kata “percaya”
sebelum “mengenal” Yesus secara penuh. Maka, hanya dengan iman, dengan percaya
itulah kita bisa memahami misteri Yesus Kristus yang berkarya juga di dalam
diri kita.
Memang seringkali
sulit mengambil sebuah keputusan yang radikal dan definitif. Sebuah keputusan
yang tetap dan tidak berubah lagi sampai akhir hidup. Banyak hal menarik dan
penuh dengan tarik ulur dalam kehidupan: berbagai bentuk tahayul dalam dunia
modern, hasrat akan harta dan kekuasaan tanpa batas, sensualitas dalam dunia
moral yang bergerak perlahan namun pasti menjauh dari kode etik budaya,
keinginan untuk mendominasi orang lain, insting untuk dilayani dari pada
melayani dst.
Maka, uraian
penutup dalam injil Yoh 6 ini bisa menjadi sebuah ajakan bagi kita untuk
bertobat secara bertahap. Marilah kita mohon rahmat dari Allah untuk dapat
memiliki sebuah keberanian membuat dan memperbaharui setiap keputusan yang kita
ambil, agar tetap menunjukkan identitas kita sebagai anak Allah yang ditebus dan
dikasihi. Memang inilah kondisi kemanusiaan kita yang terus menerus
diombang-ambing oleh badai taufan. Semoga, tantangan hidup setiap hari makin mendewasakan
kita untuk memperbaharui pilihan kita dengan berpijak pada Yesus Kristus, Sang
Roti Kehidupan.
p. alfonsus widhi sx