Ketika orang-orang
Spanyol menemukan benua Amerika dan secerna sinar mulai menerangi malam, sejarah
dunia mulai menunjukkan gejolak perubahannya. Gaya hidup manusia pun mulai
bertransformasi. Baru saja tergugah oleh kisah di fajar milenium ketiga yang
baru saja terbangun, Vatikan mengundang para blogger untuk berkumpul bersama,
sehari setelah beatifikasi Paus Yohanes Paulus II tahun 2011 silam. Tidak semua
blogger yang diundang adalah blogger katolik,
tetapi yang menjadi target utama adalah kemajemukan dan variasi para blogger
hendaknya mewakili berbagai bidang karya dan lapisan masyarakat.
Dalam sarin ini saya
hendak menceritakan beberapa point yang menjadi bahan pertemuan kemarin dan
kemudian beberapa refleksi dari sudut
pandang spiritualitas dan kemungkinan pengembangannya. Terima kasih terutama kepada
P. Antonio Spadaro, SJ yang memberi kami empat tujuan dasar untuk menempatkan
berbagai intervensi yang telah dibuat.
Pertama, pertemuan
ini adalah untuk mendorong dan meneguhkan para blogger untuk hadir secara lebih
intensif di dunia digital, guna mempertemukan Sang Sabda dan setiap orang yang
hadir di dalam dunia maya ini. Dalam perjumpaan tersebut, kita juga harus berani
menghadapi tema-tema yang sulit dan rumit sehubungan dengan Gereja. Apakah
pertemuan ini akan menjadi sebuah perseteruan? Mungkin saja! Keragaman itu ada
dan tidak bisa dipungkiri lagi.
P. Roderick, 43 tahun,
mengatakan pentingnya menemukan hal-hal yang menjadi minat bersama, sebelum kita
mulai berbagi tentang iman. Pertemuan ini akan menjadi mungkin jika antara si
pengirim dan si penerima memiliki bahasa yang sama. Ini namanya bahasa
persahabatan, sebuah bahasa yang bersifat personal dan dikembangkan oleh si
pengirim kepada si penerima atau kepada
orang yang mengikutinya. Di luar pertemuan itu, blog-nya tersebut dapat menjadi
sarana penggembalaan umat juga bahkan bagi mereka yang tidak hadir di dalam
Gereja.
Kedua, dialog ini
merangsang pembukaan dialog antara iman dan budaya, karena blog menunjukkan
karya seorang manusia mendengarkan, yang berefleksi dan yang bertindak. Ada
orang di balik sebuah screen dari blog yang kita baca. Pada orang ini, hadir sebuah kebebasan dan cobaan yang berasal dari
egoisme. Ada berbagai bidang
di mana blogger dapat mendedikasikan tujuan dari blog-nya.
Elizabeth Scalia dari
Amerika Serikat menekankan kebebasan sebagai sebuah ruang publik dan titik pijak
untuk sebuah perjumpaan. Mengingat bahwa salah satu karakter dari blog adalah kekacauan, ada
sebuah aturan tidak tertulis yang amat berlaku di sini: “tidak menang siapa
yang punya alasan benar, tetapi yang berteriak menang paling keras”. Internet
adalah daerah dimana orang bisa berteriak dan bertindak amat keras, namun tetap
di dalam aturan yang harus dihormati.
Undangan ke
Vatikan berarti pengakuan atas kehadiran para blogger di dunia maya dan
menggarisbawahi pentingnya dialog antara iman dan budaya di mana para blogger
terlibat di dalamnya.
Yang
ketiga, untuk mencapai komunitas online yang lebih luas, apakah mungkin membangun
komunitas katolik melalui internet? Para blogger bukanlah kumpulan orang anonim,
tetapi mereka memiliki identitas tepat dan jelas. Mereka juga memiliki rekan-rekan
sejawat dan kerap kali keberadaan mereka ditentukan oleh konteks. Dengan
bekerja melalui blog, para blogger memiliki kemungkinan untuk menyampaikan ide
dan pesan-pesan injili.
Akhirnya,
pertemuan “Vatican Blogger Meeting” ini bertujuan untuk meningkatkan keakraban
antara Vatikan sebagai realitas kelembagaan dan realitas blogosfer. Secara
umum, menurut Francois Jeanne-Beylot, pertemuan itu harus dilakukan oleh para blogger
dan untuk para blogger saja, bukan lembaga atau Gereja! Tetapi, undangan ini amat bagus! Karena apa? Penggunaan media tidak
hanya bertujuan untuk menjangkau masyarakat / umat beriman, untuk berbicara
dengan mereka, untuk berkhotbah, untuk bikin retret kepada sekelompok orang
yang disebut awam, orang muda, mudika, paroki, komisi keuskupan atau paroki,
kantor pastoral dll. Media juga menantang Gereja. Gereja perlu dan wajib mendengar!
Apakah Gereja memahami apa diharapkan orang saat ini? Apa kecemasan mereka? Bagaimana
mereka hidup? Apa dan bagaimana perjuangan mereka?
Melanjutkan
refleksinya, P. Antonio Spadaro merasa bahwa situasi “kekacauan” yang di hadapi
para blogger dalam dunianya, meninggalkan PR pada mereka untuk menyalurkan
energi kehendak dan kekuatan secara efektif dan efisien. Keinginan dan harapan ada
banyak dan di tempat ini Gereja dapat belajar untuk mendengarkan.
Masih
menyangkut peran Gereja dalam dunia digital, P. Lombardi, direktur pers
Vatikan, memberikan dua pemikiran kepada para blogger yang berkumpul:
1) Gereja
harus menjadi opini publik dan realitas blog dapat masuk ke dalam dinamika ini.
2) untuk
masyarakat di di awal milenium ini, fenomena blog bukan sebuah skema klasik yang
bergerak dari pusat ke pinggiran! Ini adalah gerakan dari bawah, dari pasar dan
dari keramaian alun-alun. Kadang-kadang, bantuan blogger memberikan bantuan
tidak sedikit kepada mereka yang memegang tanggung jawab untuk membaca apa yang
terjadi di sekitarnya. Sebuah analisis yang kompeten dan bertanggung jawab
dapat meningkatkan kualitas pelayanan pastoral paroki (para pastor paroki),
keuskupan (para uskup) dan bahkan Vatikan sendiri! Pada titik ini, dinamika dialog
untuk melayani sesama dapat mengubah kualitas hidup para blogger dan masyarakat
di mana mereka berada.
Berkenaan
dengan komitmen Vatikan untuk bergabung dalam dunia digital, muncul pertanyaan-pertanyaan
umum misalnya apakah Paus memiliki face book? Apakah Paus menjawab pesan? Apakah setiap orang dapat chatting dengan
paus? Dimana email
dan blog dari Paus?
Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dan variannya, kita harus mendalami transfer
yang terjadi dari dunia teologi ke dunia digital. Untuk menjawab pertanyaan
sederhana dan dalam ini, rupanya akar permasalahan bukan hanya pada hal-hal
menyangkut alat-alat digital, tapi teologis. Tugas Paus sebagai pengganti Petrus
bukanlah berjalan “dari pintu ke pintu” dan masuk dalam hubungan pribadi. Paus
adalah gembala umat katolik di seluruh dunia. Dia adalah gembala dari semua.
Dia tidak hanya menggembalakan umat katolik, tetapi juga dunia! Dengan masuk ke
dalam relasi “dari pintu ke pintu”, dengan menjawab semua posting dan komentar,
hal ini akan memiskinkan pelayanan Petrus.
Perangkap dunia digital ini amat terbuka. Pada titik ini kita perlu tahu
artinya, seluk beluk prosesnya dan lika liku dunia digital ini untuk memperkaya
dan sekaligus berhati-hati untuk tidak mengurangi atau mempersempit makna dalam
ungkapan-ungkapan yang amat sederhana.
Dengan cara
apa Vatikan mendorong para blogger untuk terlibat dalam dunia digital? Praktisnya,
pihak Vatikan sendiri membuka diri dengan vaticano.va, harian Osservatore
Romano, photovat, Vatikan player, fides agen, CTV youtube, visnews.va, Radio
Vatikan, intermirifica.net. dll. Di dalam berbagai pintu ini, ditawarkan kepada pengunjung berita tentang
dunia dan dengan Gereja di dalamnya. Tentu dibutuhkan sebuah pilihan editorial
dan kemampuan khusus untuk menarik orang ke sini. Itulah sebabnya, tidak ada
berita baru di sini, tetapi kebaruan terletak pada kemampuan mengorganisir
dengan cara baru sesuatu yang biasa.
Sebagai bahan permenungan
dari pertemuan ini, saya menggoreskan beberapa hal:
Ǿ Sejauh mana rasa tanggung
jawab (moral) itu terlibat dalam mengekspresikan diri melalui tulisan, video
dan foto dalam blog, dengan melihat bahwa di dunia ini yang ditandai dengan
keduniawiannya, siapapun dapat menuliskan segala sesuatu yang mereka inginkan?
Pesan yang tertulis bisa jadi netral, namun konteks bisa memberikan penafsiran berbeda
dan memberikan nuansa nada yang berbeda untuk isi yang sama.
Ǿ Tantangan tentang pertemuan
sebagai sebuah sakramen. Bertemu dengan orang lain ebrarti masuk ke suatu
tempat yang kudus (Keluaran 3,5). Melihat bahwa dengan dunia digital ada kecenderungan
untuk selalu hadir di mana-mana dan secara tidak sadar muncul rasa takut dilupakan
oleh orang lain, bagaimana kita bisa memberi makna pada keindahan sebuah ketidakhadiran?
Ǿ Pada akhirnya, pertemuan
antara blogger yang diadakan oleh Tahta Suci ini memberikan pesan yang sangat
kuat. Gereja mengakui bahasa baru yang mengubah sejarah, dunia dan kehidupan
masyarakat pada umumnya. Bahasa ini disebut: internet, facebook, twitter,
flicker, picasa di blog, messenger, dll. Mereka adalah alat-alat digital yang dapat
memusnahkan waktu, ruang dan jarak. Sejauh mana kita menyadari kedahsyatan sarana-sarana ini?
Kalau boleh bertanya,
Guru dimanakah engkau tinggal? (Yoh 1,38). Tentu dia akan menjawab: guru@dimanaengkautinggal.com? Fb guru? @gurudimanaengkautinggal?
Selamat berefleksi.
p. alfonsus sx
wisma xaverian, bintaro
Nessun commento:
Posta un commento