Minggu Prapaska V, tahun B
Apakah makna dari kata Perjanjian
Baru yang dimaksudkan oleh Yeremia pada bacaan pertama? Dimanakah letak
kebaruannya? Kenabian Yeremia terletak pada kemampuannya mengintuisi akan
kedatangan waktu dimana Allah menaruh Taurat-Nya dalam batin manusia: aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin
mereka dan menuliskannya dalam hati mereka. Aspek baru yang muncul di sini
adalah gerakan ke dalam, sebuah interiorisasi dari hukum-hukum Allah. Dalam
penghayatan kehidupan keberagamaan, kebaruan bukan terletak pada isi perjanjian
Allah dengan manusia, melainkan pada gaya hidup umat beriman. Dari yang
terbatas pada mengikuti struktur lahiriah, menuju ke penghayatan batiniah. Dari
kedalaman batin umat beriman, akan terasa kekuatan ekspresi lahiriah dari
pelaksanaan hidup beragama.
Mengapa Yeremia menubuatkan aspek interiorisasi kehidupan
beragamaan ini? Dia meyakini bahwa Allah itu memahami seluk beluk dan liku-liku
kedalaman hati manusia. Dalam hati kita ada keutamaan nilai-nilai batiniah,
seperti ketaatan dan cinta kasih kepada Allah, iman kepercayaan kepada Allah ..
dst. Aspek inilah yang hendaknya dimurnikan terus menerus. Misalnya: bagaimana
visi kita tentang Tuhan, tentang sesama, tentang dunia dan tentang diri kita
sendiri? Jadi, perubahan yang diharapkan oleh Yeremia adalah sebuah perubahan
sikap batin manusia beriman, agar beriman dengan dewasa dan tidak terbatas pada
aspek lahiriah saja. Seperti Hosea, teks Yeremia memberi karakter perjanjian baru ini dengan cinta dan
belas kasih – disimbolkan dengan perkawinan, dimana menuntut sebuah relasi
batin yang tulus dan jujur. Oleh karena itu, wajar saja Yeremia menekankan dan
manusia agar menyucikan hatinya.
Dampak kenabian Yeremia bisa terlihat kemudian pada teks
Yeheziel dan Yesaya yang mengangkat kembali tema perjanjian. Menurut mereka, apa yang dituliskan oleh Yesaya bukanlah
sebuah perjanjian baru, melainkan
sebuah perjanjian kekal yang tidak dapat dihancurkan atau diingkari
(Yeh 16,60. 34,25 dan 37,26 serta Yes 55,3 dan 61,8). Alasannya, ini menjadi
mungkin karena hati yang baru sudah
ditempatkan dalam hati manusia dan semangat
yang baru sudah diberikan pada mereka.
Perjanjian baru dan kekal itu sekarang termaktub dalam Ekaristi
yang kita rayakan. Perjanjian itu telah berinkarnasi dalam Tubuh dan Darah
kristus. Dengan menerima ekaristi, berarti kita mengambil bagian dalam
perjanjian itu dan terus menerus menerima panggilan untuk menyucikan hati kita.
Setiap orang dipanggil kepada kekudusan. Menjadi santo atau santa bukanlah hak
khusus bagi orang-orang tertentu, bagi orang eropa atau amerika saja, bagi
biarawan/I saja, tapi bagi semua orang. Gereja tidak mencetak orang kudus
dengan memberi gelar santo/a, tetapi mengakui kekudusan mereka, mengakui
kesetiaan mereka dalam perjuangan sehari-hari untuk menjadi pengikut Yesus
Kristus. Dengan demikian, mereka bisa menjadi contoh konkret bagi banyak orang.
Kembali pada tema perjanjian yang baru dan kekal, dalam injil
kita melihat bahwa perjanjian ini bersifat universal. Dari mana kita peroleh
universalitas perjanjian ini? Mari kita lihat konteksnya. Bacaan Yoh 12,20-33
merupakan sebuah episode yang tidak bisa terpisahkan dari kebangkitan Lazarus dari kubur (Yoh 11), pengurapan Yesus di Betania oleh Maria (tidak jelas
identitas maria ini, bisa Maria saudari Lazarus, Maria dari Magdala atau Maria,
seorang pendosa yang bertobat) dan masuknya
Yesus ke Yerusalem yang disambut oleh massa berlimpah ruah. Siapakah mereka?
Yohanes menyodorkan beberapa kemungkinan: mereka yang telah mendengar kisah kebangkitan Lazarus dan
pergi ke Betania sebelum Yesus masuk
ke Yerusalem (Yoh 12,9), mereka yang telah melihat
kebangkitan Yesus dan terus mengikutinya (Yoh 12,17), mereka yang telah mendengar tentang peristiwa Lazarus dan mencari Yesus ketika dia masuk ke
Yerusalem (Yoh 12,18). Jangan kita lewatkan juga, bahwa ada juga massa yahudi yang datang ke Yerusalem
untuk pesta pondok daun (Yoh 12,12).
Yang menarik buat kita adalah kedatangan para orang Yunani ke
Yerusalem. Bukan urusan mereka untuk ikut pesta pondok daun. Tetapi mereka datang
untuk mencari Yesus: Tuan, kami
ingin bertemu dengan Yesus.
Kedatangan mereka merupakan tanda bahwa saatnya sudah tiba (selalu dikatakan
tidak pada Yoh 2,4; 7,30 dan 8,20). Maka kata kematian dan kemuliaan bagi Yesus
menjadi identik: salib dan kemuliaan itu bersuara mirip. Di sinilah ada sebuah
dialektika antara mencintai dan membenci, yang bagi kita adalah sebuah
dialektika kemuridan. Barangsiapa mencintai
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya. Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di
dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Hidup atau mati?
Siapa yang hidup dan siapa yang mati? Apa yang hidup dan apa yang mati?
Yang diminta di sini adalah sebuah totalitas. Hukum ini berlaku
untuk semua umat kristiani. Kalau ada seseorang menyatakan cintanya pada orang
lain secara tulus dan jujur. Cinta ini musti dipahami sebagai sebuah hidup yang
terberikan, maka diapun rela untuk mati demi sang kekasih, demi orang yang
dicintainya. Kalau benar cinta itu adalah sebuah cinta tanpa syarat. Kalau
suami mengatakan cinta, tetapi tidak mau bekerja dan malas-malasan di rumah,
atau istri mengatakan hal yang sama dan bahkan dia tidak mau punya anak, tetapi
kalau anak asuh boleh. Apakah artinya cinta tulus dan jujur itu?
Bebaskanlah dirimu dari segala ketakutan. Kalau engkau
benar-benar ingin mencintai seseorang dan mengikutinya, berikanlah dirimu
seutuhnya padanya, tanpa syarat dan tanpa ikatan apapun, baik lahir dan batin,
yang bisa menghalangi cintamu itu. Kalau kita mau mengaplikasikan ini pada
jalan kemuridan maka hidup sebagai
seorang murid Yesus adalah sebuah kebijaksanaan tentang kematian untuk
mencintai.
p. alfonsus widhi sx
Wisma xaverian Bintaro, 25 maret 2012