Dari Keluaran 20, 1-17
Kesan
umum tentang kesepuluh perintah Allah bagiku ada dua.
Pertama, berisi larangan-larangan tentang apa yang
harus kita lakukan dan tidak boleh kita lakukan. Bentuk kalimat: Jangan + kata
kerja. Kesan umum adalah bahwa kita tidak memiliki banyak kemungkinan. Mengikutinya = memperoleh berkat. Mengabaikannya = kutukan. Pilihan hanya sedikit: surga atau neraka. Benarkah demikian?
Kalau kita melihat konteks perjanjian waktu itu, bangsa Hittit, ketika berhasil menaklukkan negara-negara jajahannya, dia
selalu membuat perjanjian bilateral dengan dihadiri oleh saksi. Jika
kedua pihak tetap setia memenuhi kewajiban dan janji yang tertulis, maka ada
keuntungan-keuntungan yang bisa dirasakan. Demikian dengan sebaliknya, kalau ada yang melanggar, pasti ada sangsi. Di sinilah letak peran penting dari saksi yang akan mengontrol jalannya kesepakatan tersebut.
Sepuluh perintah Allah juga merupakan sebuah perjanjian antara Allah
dan umatnya. Namun, di sini dijelaskan bahwa yang menjadi saksi adalah bumi,
langit dan angin yang berhembus. Ini menandakan kerapuhan dari perjanjian dan pihak-pihak yang menandatangani
perjanjian. Di satu sisi, dari sejarah Israel kita memahami bahwa Allah
tetap setia. Yang ditetapkan sejak awal akan diketemukan sama dengan akhir.
Di sisi lain, manusia ternyata rapuh dan terus mengisi lembaran sejarah
hidupnya dengan ketidaksetiaan. Pertanyaannya, mengapa Allah berkenan setia
kepada manusia yang tidak setia? Karena Dia menghargai kebebasan manusia dan
percaya kepadanya.
Mengapa kok ada kepercayaan macam ini ya?
- Mari kita baca baris pertama Kitab Keluaran 20 ini: Akulah Tuhan Allahmu yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Rupanya, Allah kita mempunyai rasa memiliki (sense of belonging, il senso di appartenenza) terhadap manusia yang adalah ciptaan-Nya, yang diciptakan secitra dan serupa dengannya (Kej 1,27) untuk memahkotai karya penciptaan-Nya. Ketika di Mesir, manusia ini terjebak dalam perbudakan, Aku memperhatikan kesengsaraan umatku, aku mendengar teriakan dan jeritan mereka, aku mengetahui penderitaan mereka (Kel 2). Perlu ditandai di sini bahwa Allah tetap dekat dengan manusia, tetap setia dan mau membebaskannya, meskipun manusia menjadi hamba dan menghambakan diri pada kerja paksa yang tidak menghargai makna dari waktu!
- Ingatlah dan kuduskanlah hari sabat. Yang menarik dalam kitab Keluaran ini adalah bahwa penulis memperjauh cakrawalanya sampai pada kisah penciptaan. Ini membedakan uraian Sepuluh perintah Allah yang terdapat di kitab Ul 5,6-21. Enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, 6 hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu. Bekerja berarti menaklukkan dunia dan berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. Tanpa kerja, manusia akan merasa kosong, karena kerja merupakan salah satu panggilan utamanya. Kalau pada hari ketujuh Allah berhenti menciptakan dunia, maka hari ini diberkati dan dikuduskan. Tetapi, bukan berarti beristirahat pada hari ketujuh agar bisa bekerja lagi 6 hari kemudian. Bukan ini alasannya. Ini adalah penjelasan dari Aristoteles. Pada hari ketujuh, Allah masih tetap juga bekerja. Ini adalah pekerjaan tersulit: dari berhenti menaklukkan dunia ke beralih menaklukkan diri sendiri. Dari bekerja yang adalah ikut ambil bagian dalam karya penciptaan, beralih ke mengkontemplasikan ciptaan, mengkontemplasikan hasil pekerjaan. Kita ingat bahwa Tanpa hari sabat, karya penciptaan tidak akan pernah sempurna, Allah dan manusia akan terus terbelenggu oleh perbudakan. Nanti dalam Perjanjian Baru ditegaskan kembali oleh Yesus bahwasabat adalah untuk manusia, agar dia kembali kepada status asalnya sebagai mahluk yang diciptakan secitra dan serupa dengan Allah.
Maka, kalau dipikir-pikir lagi, ke-10 perintah Allah ini bukanlah sebuah hukum dan larangan belaka,
melainkan peziarahan menuju kepada kebebasan. Para mistikus mengenal ini sebagai via
negativa, jalan negatif (jangan kata
kerja) untuk mencapai hasil positif.
Maka mari kita ingat selalu bahwa di depan
kita terhampar sebuah ruang kreatif yang amat luas: sebuah tempat dimana
manusia bisa turut berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. 10 peraturan ini hanyalah sebagian kecil dari apa yang boleh dan bisa kita lakukan untuk turut ambil bagian dalam karya penciptaan Allah dengan kebebasan yang kita miliki di dalam Yesus Kristus.
Kedua, biasanya sering dijelaskan bahwa skema perintah ini terbagi dalam dalam dua bagian: perintah pertama sampai ketiga mengatur relasi antara Allah dan manusia, dari keempat sampai ke sepuluh berbicara soal relasi manusia dengan sesamanya. Bisa juga diusulkan yang ketiga, berkaitan dengan
perintah kesepuluh, yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan
hatinya. Mari kita jelaskan.
Perintah 1-9 berisi tentang tindakan konkret dan dapat
diverifikasi oleh orang lain. Kelihatan! Sebaliknya, perintah kesepuluh berbicara tentang keinginan. Ini menyentuh soal hati. Tidak
kelihatan dan tidak bisa diverifikasi secara sepintas. Siapa yang bisa menebak kedalaman hati manusia? Keinginan yg muncul dari
hati itu menjadi motor yang menggerakkan pikiran dan segala kegiatan, termasuk
melanggar segala perintah yang ada sebelumnya. Misalnya, sebelum mencuri, ada keinginan untuk memiliki.
Sebelum bersaksi dusta atau menduakan Allah, ada keinginan untuk mendewakan
egoisme pribadi, untuk jaga image, untuk melindungi kepentingan-kepentingan pribadi dst.
Maka disini, perintah ini menyentuh akar dari perbudakan dan dari dosa:
yaitu hati manusia yang rapuh. Ia cenderung menciptakan allah-allah yang lain, yg bisa dilihat,
dipegang, ditaklukan.. memiliki sesuatu yang menjamin rasa aman dalam hati. Misalnya, kalau orang sudah menemukan stabilitas dalam hidup, yaitu cukup kerja, ada rumah, harta berlimpah untuk hidup, dia merasa cukup dan tidak butuh lagi komunitas. Ini menunjukkan orang yang tidak bebas. Kebetulan tema APP ke-3 dari Keuskupan Agung Jakarta berbicara tentang berkorban dan berbagi. Orang yang masih terbelenggu dan tidak bebas, bagaimana mungkin dia akan bisa berkorban dan berbagi? Kalau orang masih berkutat terus dengan dirinya, berpikir tentang dirinya sendiri, bagaimana mungkin dia akan sanggup melihat apa yang dibutuhkan oleh orang lain? Di sini, manusia diajak untuk melonggarkan hatinya, keluar dari kesempitan hatinya dan masuk ke dalam hati orang lain, memahami dan berbelas kasih kepadanya.
Sebagai penutup, Bagaimana membaca kesepuluh
perintah allah dari sudut pandang Yesus Kristus? Jawabnya sederhana: Yesus berangkat dari Bait Allah untuk menjelaskan kebebasan yang Dia bawa dan perjuangkan. Ingat, teks kita pada hari ini masih injil di Yoh 2! Kalau kita turut dari awal injil, kita akan menemukan sebuah kontemplasi
tentang inkarnasi, kesaksian Yohanes tentang Yesus, panggilan para murid pertama,
perkawinan di Kana sebagai tanda ke-Mesias-an Yesus dalam perjamuan surgawi, lalu turun ke Bait Allah yang merupakan salah satu dari lembaga-lembaga yang mengatur hidup bangsa Israel: Taurat, Bait Allah, hari sabat dan Yerusalem. Namun, dalam perkembangan sejarah, lembaga-lembaga ini mulai memberatkan dan
menggarisbawahi aspek legalita, maka terjadilah perbudakan yang baru! Dan di sinilah
Allah turun untuk membebaskan umatNya. Yesuslah lembaga dan agama yang baru.
Menjadi sebuah ajakan kemudian bagi manusia untuk membebaskan diri kita dari gambaran Allah yang do ut des, yang meminta pengorbanan
kita untuk mendapatkan rahmatNya. Seorang pribadi Allah yang menuntut sebuah novena jenis A untuk mengabulkan lulus kuliah, novena jenis B untuk minta rejeki, novena jenis C untuk sembuh dari sakit, novena jenis ini untuk mendapat itu dst. Praktek semacam ini menunjukkan bahwa kita masih masuk dalam logika Perjanjian Lama, dalam logika perbudakan di Mesir. Kita masih belum memahami bahwa kita sudah
dicari/dicintai oleh Allah sebelum kita mencariNya/mencintaiNya. Maka, hati yang bebas, akan tergerak untuk
berkorban dan berbagi (tema ke-3 APP, untuk keluar dari diri dan melihat kebutuhan
orang lain, siapapun! Sebelum kita melihat dia itu siapa, apa
kerja/agama/status sosial… dia adalah manusia Kej 1,27! Tidak ada yang namanya
kehilangan sesuatu karena kita memberikan itu pada yang membutuhkan, karena segala yg kita miliki adalah rahmat dari Penyelenggaraan
Ilahi.
Marilah kita bebaskan diri kita dari berbagai
hal yang masih menakutkan dan membelenggu kita. Jangan takut, karena engkau
dikasihi oleh Allah.
p. alfons sx
wisma xaverian. Bintaro. 11 maret 2011